“Saya tertarik dengan anak muda yang menghafal Alquran. Di Australia umat Islam baru sebatas shalat, puasa dan zakat. Tapi menghafal seluruh Alquran ini menarik bagi saya” ujar Dr Julian Millie, guru besar Antropologi dari Monash University, Australia, saat membuka obrolan dengan KH Yusuf Mansur.
Senin, 3 Desember 2018, Julian Millie mengunjungi Pondok Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an, Ketapang, Tangerang. Kedatangannya disambut langsung oleh ustad Ahmad Jamil dan KH Yusuf Mansur diiringi alunan marchingband Gemanadaqu.
Peneliti yang lugas berbahasa Indonesia ini diajak keliling areal pondok dengan berjalan kaki sebelum menuju Masjid Nabawi untuk berbagi cerita kepada santri yang telah menunggu sejak pagi.
“Selayaknya Indonesia yang dijajah oleh Belanda, Australia juga dijajah oleh Inggris. Bedanya jika Indonesia sudah memiliki kemerdekaan pada tahun 1945, kami belum mengenal yang namanya kemerdekaan. Maka itu Australia lebih dekat dengan budaya Eropa ketimbang Asia” ujarnya.
Terkait pendidikan di Australia tidak berbeda dengan di Indonesia yang dimulai dari pendidikan dasar, pertama, menengah dan perguruan tinggi. Di Australia juga ada pendidikan berbasis agama seperti sekolah katolik, protestan dan sekolah Islam.
“Australia negara yang sekuler. Mendukung keberadaan semua agama. Setiap etnis bisa membuat sekolah dan biasanya tidak ada persyaratan yang rumit kecuali persyaratan lahan dan kurikulum” ujarnya.
Mencari Solusi Global Lewat Ilmu Antropologi
Kedatangan Julian pun memancing antusias santri untuk bertanya dan mengetahui lebih dalam tentang Australia. Sejumlah santri bertanya dari mulai masalah perdagangan di Australia hingga kenapa Julian memilih Antropologi sebagai kajian pendidikan yang ditempuh.
[ess_grid settings='{“entry-skin”:”1″,”layout-sizing”:”boxed”,”grid-layout”:”even”,”spacings”:”0″,”rows-unlimited”:”off”,”columns”:”2″,”rows”:”4″,”grid-animation”:”fade”,”use-spinner”:”0″}’ layers='{“custom-image”:{“00″:”18856″,”01″:”18858″,”02″:”18859″,”03″:”18860″,”04″:”18861″,”05″:”18863″,”06″:”18864″,”07″:”18865″},”custom-type”:{“00″:”image”,”01″:”image”,”02″:”image”,”03″:”image”,”04″:”image”,”05″:”image”,”06″:”image”,”07″:”image”},”use-skin”:{“00″:”-1″,”01″:”-1″,”02″:”-1″,”03″:”-1″,”04″:”-1″,”05″:”-1″,”06″:”-1″,”07″:”-1″}}’][/ess_grid]
Saat ditanya salah seorang santri mengapa memilih Antropologi sebagai bidang kajian, Julian menjawab bahwa sejak kecil ia senang membaca buku dan mempelajari bahasa-bahasa negara lain. Ilmu Antropologi yang kajian utamanya memahami persepktif orang lain menurutnya sangat cocok ia pelajari terlebih di tengah kondisi dunia yang penuh dengan konflik.
Terkait sistem perdagangan Australia menurutnya kini mengalami pergesaran dari sebelumnya. Bila sebelumnya banyak pabrik di Australia namun kini banyak pabrik yang pindah ke negara Indonesia dan Filipina. Maka Australia mulai menggencarkan jenis perdagangan jasa lewat dunia pendidikan dan turisme.
“Kita dulu sempat khawatir banyak pabrik tutup lalu kami akan bekerja di mana? Akhirnya pemerintah beralih ke sektor jasa dengan menggenjot industri pendidikan dan wisata” tambahnya.
Masih banyak santri yang ingin bertanya namun waktu dzuhur menjelang. Julian pun mengaku senang pada kunjungannya di Daarul Qur’an. Terlebih banyak santri yang pandai berbahasa Inggris saat mengajukan pertanyaan kepadanya. Selepas dzuhur beliau diajak KH Yusuf Mansur ke rumahnya untuk santap siang dengan menumpang motor bersama pendiri Daarul Qur’an tersebut.