Oleh : Mahfud Fauzi
Tren Pesantren. Ini bukan ejaan khas Madura yang acapkali diulang-ulang, seperti Taman Nak Kanak, aslinya taman kanak kanak, Pak Bapak yang maksudnya Bapak. Tapi Tren Pesantren yang dimaksud bukan sebagaimana yang dimaksud seperti diatas. Tren Pesantren adalah sebuah dinamika masyakat kekinian yang aktual dan melek perkembangan pendidikan serta selalu dan serba bicara tentang pesantren.
“Sekarang model pendidikan berbau pesantren menjalar dan menjamur di masyarakat, coba simak aja ada istilah full day, istilah boarding school semuanya mengelaborasi atau copas model pesantren” canda kawan memulai pembicaraan sambil menyeruput teh hangat di pagi weekend.
Beberapa tahun lalu kita masih mengenal dikotomi pendidikan agama dan pendidikan umum. Dikotomi yang hadir dari sejarah kolonialisme yang ingin memecah belah kualitas pendidikan agama dan pendidikan umum. Kini, dikotomi tersebut semakin memudar meski masih ada yang berpikiran seperti itu.
Beragam orientasi orang tua memasukkan anaknya ke pesantren. Ada yang murni mencari ilmu, ada yang sengaja biar anaknya tidak nakal, ada juga yang broken home lalu “dibuang” ke pesantren. Padahal pesantren bukanlah tempat ajaib yang akan mengubah anak menjadi baik ketika memasukinya. Sama seperti institusi pendidikan lainnya. Untuk berubah ada proses pembelajaran yang harus dilewati.
Di pesantren anak akan bertemu ribuan karakter anak anak se-nusantara. Tidak hanya akan ketemu dengan anak baik-baik tapi siap-siap akan ketemu anak yang memang tidak baik-baik. Ini yang harus disadari sehingga pesantren tudak dijadikan kambing hitam bahkan bumerang bagi keberlangsungan perkembangan pendidikan anak tersebut. Pada detik inilah ditegaskan bahwa pesantren itu bagian “masyarakat kecil” yang siap mematangkan anak sebelum waktunya.
Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa hari ini pesantren menjadi kiblat model pendidikan nusantara. Setelah berakhirnya dikotomi pendidikan, pesantren dengan ragam aktifitas yang memadukan ruhani dan jasmani ditambah masuknya kurikulum nasional dan nilai-nilai kearifan lokal menjadi institusi pendidikan yang utuh.
Full day maupun boarding bahkan yang terakhir tahfidz semua diadopsi serta dielaborasi dari pesantren. ini menunjukkan bahwa pesantren telah memberikan kontribusi ide segar berupa pemikiran ditengah-tengah pendidikan di nusantara yang berada dipersimpangan jalan. Pesantren, sebagai gerbong lokomotif pendidikan kini mampu tampil percaya diri dalam melakukan perubahan-perubahan, bahkan menjadi “trendsetter” bukan “follower”.
bersambung…….Diakui Dunia