313 Ala Rasulullah SAW

0
294

Menjadi hamba yang dicintai dan mencintai Allah, salah satunya dengan mencintai Sunnah Rasuulullah SAW.

Artinya :

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang { Ali-Imron 31}

 

Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Almishbah

Katakan, “Kalau kalian benar-benar jujur dengan pengakuan cinta dan ingin dicintai Allah, ikutilah perintah dan laranganku, karena aku adalah penyampai risalah Allah. Hal itu akan membuat Allah mencintai dan memberimu pahala, yaitu melalui pemberian karunia kepadamu dan pemaafan kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada hamba-Nya.”

 

Menjalankan sunnah Rasulullah SAW adalah bagian dari cara mencintai Allah dan RasulNya. Banyak hal yang telah diajarkan baginda Rasul SAW, sedikit dari yang sudah sangat banyak diantaranya tentang sepertiga. Adalah tiga sepertiga yang diajarkan oleh Rosulullah dan sahabat.

 

A. Sepertiga Malam – Sholat tahajjud

 

“dan pada sebagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.” { al-Isro 79}

 

Janji Allah bagi yang rutin menjalankannya akan mendapatkan derajat yang tinggi, tentu dibarengi dengan niat ikhlas karena Allah. Derajat dari yang susah menjadi bahagia, dari yang sakit menjadi sembuh, dari yang berhutang menjadi lunas, dari yang belum berjodoh menjadi berjodoh dengan yang sholeh dan sholehah.

Kapan afdhalnya shalat Tahajud dilaksanakan ? Sebetulnya waktu untuk melaksanakan shalat Tahajud ( Shalatul Lail ) ditetapkan sejak waktu Isya’ hingga waktu subuh ( sepanjang malam ). Meskipun demikian, ada waktu-waktu yang utama, yaitu :

  1. Waktu utama : 1/3 malam pertama ( Ba’da Isya – 22.00 )
  2. Lebih utama : 1/3 malam kedua ( pukul 22.00 – 01.00 )
  3. Paling utama : 1/3 malam terakhir ( pukul 01.00 – Subuh )

Jumhur ulama berpendapat bahwa waktu Mustajabah (dikabulkannya do’a) itu adalah 1/3 malam yang terakhir. Abu Muslim bertanya kepada sahabat Abu Dzar : “ Diwaktu manakah yang lebih utama kita mengerjakan sholat malam?”

Sahabat Abu Dzar menjawab : “Aku telah bertanya kepada Rosulullah SAW sebagaimana engkau tanyakan kepadaku ini.” Rosulullah SAW bersabda :

“Perut malam yang masih tinggal adalah 1/3 yang akhir. Sayangnya sedikit sekali orang yang melaksanakannya.” (HR Ahmad)

“ Sesungguhnya pada waktu malam ada satu saat ( waktu. ). Seandainya seorang Muslim meminta suatu kebaikan didunia maupun diakhirat kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan memberinya. Dan itu berlaku setiap malam.” ( HR Muslim )

“Pada tiap malam Tuhan kami Tabaraka wa Ta’ala turun ( ke langit dunia ) ketika tinggal sepertiga malam yang akhir. Ia berfirman : “ Barang siapa yang menyeru-Ku, akan Aku perkenankan seruannya. Barang siapa yang meminta kepada-Ku, Aku perkenankan permintaanya. Dan barang siapa meminta ampunan kepada-Ku, Aku ampuni dia.” ( HR Bukhari dan Muslim )

 

B. Sepertiga Lambung

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Tidaklah seorang manusia mengisi sebuah tempat yang lebih buruk daripada perut, cukuplah bagi seorang manusia beberapa suapan yang menegakkan punggungnya, dan jika hawa nafsunya mengalahkan manusia, maka 1/3 untuk makan dan 1/3 untuk minum dan 1/3 untuk bernafas.” (HR. Ibnu Majah dan disahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, no. 2265)

Maksud dari hadits diatas adalah untuk tidak makan secara berlebihan dengan mengatur porsi lambung menjadi tiga bagian, yaitu porsi 1/3 untuk makanan (padat), 1/3 untuk air dan 1/3 untuk udara.

Bahkan dari postur tubuh Rasulullah bisalah kita mencontoh baginda , bahwa perut beliau rata dengan dadanya. Subhanallah

Badan Raulullah SAW tinggi tegap namun tidak terkesan jangkung dan perutnya tidak buncit.

Ali bin Abi Thalib RA berkata : ” Nabi SAW tidak jangkung dan tidak juga pendek” (HR. Ibn Hisyam)  dalam al-Sirah Jil. 1 Hal. 402

Abu Hurairah RA berkata :

“Rasulullah SAW dada dan perut beliau rata.” (HR. Ibn Sa’ad) dalam al-Tabaqat Jil. 1 Hal. 422

 

C. Sepertiga harta 

 

Kisah seorang pengemis yang memohon bantuan kepada Rosulullah,

Suatu hari seorang pengemis  datang menghadap Rasulullah. Ia sedang tidak bisa memberikan nafkah kepada keluarganya. Bahkan hari itu ia tidak memiliki uang sepeserpun.

Dengan penuh kasih, Rasulullah mendengarkan keluhan orang itu. Lantas beliau bertanya apakah ia punya sesuatu untuk dijual. “Saya punya kain untuk selimut dan cangkir untuk minum ya Rasulullah,” jawab laki-laki itu.

Rasulullah pun kemudian melelang dua barang itu. “Saya mau membelinya satu dirham ya Rasulullah,” kata salah seorang sahabat.

“Adakah yang mau membelinya dua atau tiga dirham?” Inilah lelang pertama dalam Islam. Dan lelang itu dimenangkan oleh seorang sahabat lainnya. “Saya mau membelinya dua dirham”

Rasulullah memberikan hasil lelang itu kepada laki-laki tersebut. “Yang satu dirham engkau belikan makanan untuk keluargamu, yang satu dirham kau belikan kapak. Lalu kembalilah ke sini.”

Setelah membelikan makanan untuk keluarganya, laki-laki itu datang kembali kepada Rasulullah dengan sebilah kapak di tangannya. “Nah, sekarang carilah kayu bakar dengan kapak itu…” demikian kira-kira nasehat Rasulullah. Hingga beberapa hari kemudian, laki-laki itu kembali menghadap Rasulullah dan melaporkan bahwa ia telah mendapatkan 10 dirham dari usahanya. Ia tak lagi kekurangan uang untuk menafkahi keluarganya.

Salman Al Farisi punya rumus 1-1-1. Bermodalkan uang 1 dirham, ia membuat anyaman dan dijualnya 3 dirham. 1 dirham ia gunakan untuk keperluan keluarganya, 1 dirham ia sedekahkan, dan 1 dirham ia gunakan kembali sebagai modal. Sepertinya sederhana, namun dengan cara itu sahabat ini bisa memenuhi kebutuhan keluarganya dan bisa sedekah setiap hari. Penting dicatat, sedekah setiap hari.

Nasehat Rasulullah yang dijalankan oleh laki-laki di atas dan juga amalan Salman Al Farisi memberikan petunjuk kepada kita cara dasar mengelola keuangan. Yakni, bagilah penghasilan kita menjadi tiga bagian; satu untuk keperluan konsumtif, satu untuk modal dan satu untuk sedekah. Pembagian ini tidak harus sama persis seperti yang dilakukan Salman Al Farisi.

 

Wasiat sepertiga harta

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Umar Al Makki telah menceritakan kepada kami Ats Tsaqafi dari Ayyub As Sakhtiyani dari ‘Amru bin Sa’id dari Humaid bin Abdurrahman Al Himyari dari ketiga anak Sa’d semuanya telah menceritakan kepadanya dari Ayahnya:

Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam datang menjenguknya di Makkah, kemudian dia pun menangis hingga menjadikan Nabi bertanya kepadanya: Apa yang membuatmu menangis? Sa’ad menjawab, Saya khawatir akan meninggal dunia di tempat kelahiran yang pernah kutinggalkan, sebagaimana meninggalnya Sa’ad bin Khaulah. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdo’a: Ya Allah, sembuhkanlah Sa’ad. Ya Allah, sembuhkanlah Sa’ad.’ – tiga kali-. Sa’ad lalu berkata, Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya memiliki harta yang banyak, dan hanya puteriku satu-satunya yang menjadi ahli warisku, bagaimana jika saya mewasiatkan seluruh hartaku? beliau menjawab: Jangan. Sa’ad bertanya lagi, Bagaimana jika dua pertiganya? beliau menjawab: Jangan. Sa’ad bertanya lagi, Bagaimana jika setengahnya? beliau menjawab: Jangan. Sa’ad berkata lagi, Bagaimana jika sepertiganya? beliau menjawab: Sepertiga, sepertiga sudah banyak. Sesungguhnya harta yang kamu sedekahkan pasti akan mendapatkan pahala, sekalipun yang kamu belanjakan untuk keluargamu dan yang dimakan isterimu. Jika kamu tinggalkan keluargamu dalam keadaan baik -atau sabdanya- kaya, itu lebih baik daripada kamu tinggalkan mereka meminta-minta kepada orang banyak dan menadahkan tangannya.

(Shahih Muslim : 1628 – 8 )

 

Alhamdulillah