Tidur kita terlalu panjang, terlalu nikmat. Tiada mau bangun malam, atau tiada memanjangkan malam.
Paginya kita jalani tanpa dhuha. Sekalinya dhuha, hanya syarat saja, 2 rakaat.
Kemudian kita diajak zakat dan sedekah, kita keluarkan sebatas yang menjadi syarat saja. Enggaan sepertinya mengeluarkan lebih buat Allah. Minimalis.
Kita jarang jamaah di masjid, yang karenanya suka hilang 4 macam shalat sunnah; shalat sunnah syukur wudhu, shalat sunnah tahiyyatul masjid, shalat sunnah qabliyah, dan shalat sunnah ba’diyah.
Rumah Allah itu masjid. Tapi kita seperti males bener masuk rumahnya Allah. Kalo giliran ke rumah orang penting, kita rela mencari tahu siapa yang bisa menjadi koneksi kita ke sana, dan kemudian rela menunggu berjam-jam hingga si orang penting ini keluar.
Tapi kalo ke rumah Allah? Udah suka pakai pakaian seadanya, juga lebih sering seperti orang buang hajat, kayak ga betah. Maunya buruburuuuuuu aja.
Hidup kita banyak sia-sianya. Padahal tahu bakalan mati, bakalan dihisab, bakalan ditanya, bakalan dikumpulkan di padang mahsyar, bakalan melewati titian jembatan shirothol mustaqim, bakal berhadapan dengan Allah Yang Maha Tahu. Atau tidak tau? Tapi masa iya?
Mungkin yang lebih tepat, tau, tapi ga mikirin kali. Masa engga tau bahwa yang hidup bakalan mati. Tapi oke lah, mungkin benar ga tau, mudah-mudahan sekarang jadi tau.
Repot bin susah jika hidup kita banyak sia-sianya, sedikit amal shalehnya, apalagi jika buanyaaak maksiatnya.
Maluuuuu sama yang sudah memberikan kita hidup dan kehidupan.
Kita tau kesehatan itu mahal. Untuk mencari kesembuhan kita ridho kehilangan semua harta kita, asal sehat, asal sembuh.
Sedangkan Allah adalah Tuhan yang menghidupkan kita, membuat kita lahir ke dunia ini, dan bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun sudah memberikan kita bukan hanya kesehatan, tapi juga rezeki yang lain.
Wajar kalau kemudian Allah SWT menyindir kita semua.
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmatAllah).”
(QS.Ibrahim: 34)
sumber: http://yusufmansur.com/malu-sama-allah-2/