Oleh: Hendy Irawan Saleh
Ketika Rasulullah SAW menyampaikan ayat demi ayat Quran yang diturunkan kepada beliau, para penyair jahiliyah menuduh ayat-ayat itu syair gubahan Muhammad sendiri. Tuduhan kaum kafir itu langsung dijawab Allah SWT dengan tantangan untuk membuat semisal kitab tandingan.
Tantangan dikumandangkan tiga tahap, dari yang paling berat hingga ringan (Al Qaththan, 1996): Pertama, membuat Quran tandingan. Kalau sendirian tak sanggup, manusia bahkan dipersilakan berkoalisi dengan jin. Dan nyatanya memang tak kan bisa, sebagaimana firman-Nya: Sungguh, jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur`an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka bekerjasama. (QS. Al Isra` : 88)
Kedua, kalau persekutuan manusia-jin itu gagal menghasilkan satu kitab, cukuplah manusia membuat sepuluh surat tandingan saja, sebagaimana firman-Nya : maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar. (QS Huud: 13)
Tiga penyair kakap yakni Abul Ala Al Mari, Al Mutanabbi, dan Ibnu Al Muqaffa, mencoba menjawab tantangan ini. Tapi, setelah sekian lama termenung, tak satupun ayat sanggup mereka toreh. Frustrasi, merekapun mencacah lembaran-lembaran (shuhuf) dan mematah-matahkan pena serta membuangnya jauh-jauh.