Dr. Zaid: Jadikan Al-Qur’an Sebagai Alat Ukur Kehidupan

0
30

Kepada siapa pendidikan ditujukan? Siapa yang berkaitan dengan pendidikan? Apa tujuan dari pendidikan? Kenapa hanya manusia yang diberikan pendidikan?

Sederet pertanyaan ini membuka kuliah umum Institut Daarul Qur’an (Idaqu) bersama Dr. Zaid bin Ali Al-Ghayli yang berlangsung di Gedung Al-Fath, Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an, Ketapang, Tangerang, Jumat (13/12) bertema “Tarbiyatul Qur’aniyyah” yang diikuti oleh seluruh mahasiswa tahfizh intensif Idaqu.

 

“Daarul Qur’an sangat membuka kesempatan penuh untuk para mahasiswa Institut Daarul Qur’an utuk menghafalkan Al-Qur’an dan mendapatkan sanad.”, ujar Ustadz Zikron Ahmad bin Muthib selaku wakil rektor 1, sekaligus membuka acara kuliah umum sore ini.

Amal, seorang mahasiswi Idaqu asal Cairo menyampaikan bahwa Allah memberi kelebihan manusia dengan akal. Dan dengan akal itulah manusia menjadi berbeda dengan makhluk lainnya. Dengan akal yang telah Allah anugerahi pula, maka manusia menjadi makhluk yang kemudian Allah jadikan sebagai khalifah fil ardh. Khalifah di muka bumi ini.

Laqad khalaqnal inasaana fii ahsani taqwiim. Namun demikian, manusia diberikan wewenang oleh Allah untuk senantiasa mengelola akal tersebut. Dengan berbekal akal dan apabila akal ini dipergunakan dengan baik di muka bumi ini, maka akan berdampak baik. Dan sebaliknya, bila akal dipergunakan untuk hal yang tidak baik, maka akan berdampak tidak baik.”, ujar Dr. Zaid.

Beliau juga menyampaikan bahwa akal merupakan sebuah amanat dari Allah. Lebih dari itu, Allah juga menghadirkan sosok Rasulullah sebagai teladan bagi semua manusia di muka bumi ini.

Pada kesempatan kali ini, Dr. Zaid juga mengupas tuntas seputar perbedaan antara tarbiyah dan ta’lim. Beliau menyampaikan bahwa perbedaan paling mendasar diantara keduanya ialah, tarbiyah yang berarti pendidikan ini bisa dilaksanakan dimana saja, seperti di masjid, mushola, bahkan di rumah. Sedangkan ta’lim yang berarti pengajaran ini umumnya hanya dilaksanakan di ruang kelas, ta’lim adalah sebuah kegiatan untuk melaksanakan transfer of knowledge. “Attarbiyyatu ahammu minatta’lim”, ujar seorang mahasiwa Idaqu.

Dalam pemaparannya, Dr. Zaid menyampaikan bahwa setidaknya ada tiga unsur utama dalam diri manusia; (1) unsur jismiyah, (2) unsur ruhiyah, dan (3) unsur aqliyah. Jika ketiganya seimbang, maka unsur-unsur yang lain juga akan berkembang, seperti unsur ijtima’iyah dan unsur iqtishodiyah.

Beliau menegaskan bahwa ketiga unsur ini adalah yang terpenting dalam melaksanakan pendidikan Qur’ani. Kenapa? Karena di dalam Al-Qur’an terdapat ketiga unsur tersebut.

Dr. Zaid juga memaparkan bahwa ada tiga tahapan yang harus dilalui dalam mempelajari Qur’an. Tahap pertama bermula dari mempelajari huruf demi huruf. Dimulai dengan membetulkan makhraj hingga mempelajari dan mempraktikkan ilmu tajwid ke dalam bacaan Al-Qur’an. Tahap selanjutnya adalah memahami makna dari setiap ayatnya. Beliau menyampaikan bahwa menjadi seorang Ahlul Qur’an tidak cukup dengan hanya membaca Qur’an saja, tapi juga memahami artinya dan mentadabburi apa yang tersirat di dalamnya. Kemudian tahap terakhir adalah menjadikan Qur’an sebagai alat ukur keseharian kita. Seperti mengukur akhlak kita, sudah tepat seperti yang ada di dalam Qur’an atau belum. “Qur’an ini sebagai alat ukur bagi kehidupan manusia.”, ujar Dr. Zaid menegaskan.

“Para sahabat hanya mempelajari 4 sampai 5 ayat dalam sehari. Kemudian di hari yang sama, mereka mengamalkannya. Tidak banyak yang dipelajari, tapi tetap menjadi besar nilainya karena mempraktekkannya dalam keseharian.”, Dr. Zaid menukil.

Pada menit terakhir kuliah umum hari ini, Dr. Zaid mengutip perkataan seorang sahabat, Abdullah bin Mas’ud, “Dalam Qur’an ada pembahasan-pembahasan mengenai siklus kehidupan di muka bumi ini, ada pula berita-berita masa depan, juga hukum-hukum untuk kehidupan kita semua.”, kemudian beliau menggarisbawahi, bahwa barang siapa yang meninggalkan Qur’an, maka Allah akan menghancurkannya dan siapa yang mencari petunjuk kepada selain Qur’an, Allah akan mengazabnya.

“Qur’an adalah tali Allah. Tali yang dapat mengikat kehidupan manusia. Qur’an juga merupakan jalan. Jalan yang menjadi pedoman hidup manusia. Maka, kita sebagai manusia harus yakin terhadap Qur’an. Bahkan Qur’an merupakan obat untuk segala problem yang kita alami dalam kehidupan ini.”, ujar Dr. Zaid menambahkan.

Dr. Zaid sangat berharap ada kesempatan berikutnya untuk bisa kembali bersilaturahim dan sharing bersama seluruh mahasiswa Idaqu.