Pentingnya Etika Dalam Pemberian Sanad Al-Qur’an

0
264

Etika atau akhlak dalam pengajaran sanad Al-Qur’an wajib dirumuskan oleh para ulama dan ilmuan musliam agar ada pijakan baku dalam kegiatan belajar dan mengajar. Etika dan akhlak dalam pengajaran Al-Qur’an ini juga akan memberikan output pendidikan yang baik. Hal tersebut disampaikan oleh KH. Ahmad Jamil, Ph.D, Pimpinan Daarul Qur’an sekaligus dosen Fakultas Ushuluddin Institut Daarul Qur’an (IDAQU) Jakarta, pada pembukaan 3rd International Conference on Qur’an and Sunnah Studies yang digelar di International Islamic University Malaysia (IIUM), 3-4 Desember 2024.

Mengangkat tema “Revelation and Science in Contemporary Society” konferensi bergengsi ini dihadri oleh para akademisi, ulama, serta praktisi dari berbagai negara. Kegiatan ini berlangsung di 2 lokasi yakni; di Kampus IIUM di Gombak dan Nasyrul Qur’an yang berada di Komplek Putrajaya, Malaysia.

Kegiatan dibuka langsung oleh Tuanku Syed Faizuddin Putra Jamalullail, raja muda perlis, yang sebelumnya diawali dengan pengantar kegiatan oleh Prof. Dr. Mohd Asri Zainul Abidin, Mufti Perlis, dan Rektor IIUM Datuk Prof. Emeritus Osman Bakar.

“Ini kegiatan yang penting dan semoga bisa dirumuskan banyak hal dalam kajian Al-Qur’an dan sunnah” ujar Asri Zainul Abidin.

Sementara itu Osman Bakar menyampaikan terima kasih kepada Kerajaan dan pemerintah yang mendukung kegiatan ini.

Sebelum pembukaan juga diluncurkan 7 buku terbaru terbitan IIUM dan salah satunya adalah buku karya Ahmad Jamil berjudul Ma’aayir manhil ijazah al Qur’aniyah wa mada tathbiqiha fi ma’ahidil Qur’an al Karim, ‘Indunisiya’ unmudzajan atau Standarisasi pemberian ijazah sanad Al-Qur’an dan sejauh mana penerapannya di pesantren/lembaga pengajaran Al-Qur’an, dengan sample Indonesia. Buku ini merupakan hasil disertasi Ahmad Jamil saat mengambil gelar doktoral di IIUM.

Urgensi Etika Dalam Transmisi Al-Qur’an

Dalam pemaparannya di depan tamu undangan dan peserta acara, Ahmad Jamil menyampaikan perlunya dunia Islam terutama para ulama, ilmuwan dan cedekiawan untuk duduk bareng merumuskan etika dalam transmisi, pemberian sanad, dalam pengajaran Al-Qur’an.

“Saat ini belum ada standar baku bagaimana etika dalam pengajaran sanad Al-Qur’an. Masing-masing negara menerapkan standarnya masing-masing berdasar adab yang berkembang di lokas tersebut. Mengingat pemberian sanad ini penting dan menjadi pondasi dalam kelimuwan islam, maka rumusan etika ini mutlak diperlukan” ujar Ahmad Jamil.

Peran etika dan akhlak dalam transmisi Al-Qur’an tidak bisa dipandang sebelah mata. Ahmad Jamil menegaskan ketika proses belajar dan mengajar punya pondasi yang baik maka akan hasilnya atau output dari belajar dan mengajar itu menjadi baik pula.

Beliau mengisahkan ketika KH Arwani Amin, ulama besar asal Kudus dan pendiri pesantren Yanbuul Qur’an, berguru dengan Kiai Munawir, pendiri pesantren Krapyak, Yogyakarta. Saat itu Arwani menyimak dan menulis pelajaran demi pelajaran yang diberikan oleh Munawir dalam ilmu Qiraat dan dari ketekunan belajar tersebut menghasilkan kitab yang sangat penting dalam pengajaran Qiraat Sab’an yakni Faid al-Barakat Fi Sab’ al-Qiraat.

“Etika atau akhlak dalam pengajaran Al-Qur’an menjadi mendesak untuk dirumuskan, Mengingat tranmisi Al-Qur’an termasuk pondasi keilmuan Islam dan proses ini harus teruji dengan landasan akademik yang jelas, terstruktu dan mendalam” ujar Ahmad Jamil.

Maka itu beliau juga menyarankan agar isu etika dalam transmisi Al-Qur’an ini menjadi fokus para para ilmuan dan peneliti, juga bagi para guru besar di kampus-kampus Islam memberikan kajian terkait isu ini.

“Juga untuk lembaga dan yayasan islam menerbitkan buku terkait etika dalam trasnmisi Al-Qur’an dan kampus-kampus melakukan riset dan kajian ilmah agar persoalan ini bisa mendapat solusi dan hasil yang baik” tutup Ahmad Jamil.