Oleh : Ust. Rino Zeldeni, S.PdI
Ramadan adalah momentum dari Allah bagi mu’minin dan mu’minat untuk melakukan revitalisasi dan redinamisasi kehidupannya sebagai seorang muslim & da’i (baca : guru)
Ramadan mengembalikan kita pada fitrah. Dalam kondisi fitrah, lebih mudah bagi kita berkomunikasi dengan Allah SWT. Allah SWT hanya menerima komunikasi efektif dari orang-orang yang mampu memelihara fitrahnya.
Semangat kebersamaan
Diantara fenomena Ramadan yg harus terus kita jaga adalah semangat kebersamaan, karenanya kita temukan ada; tarawih berjamaah, tadarus Al Qur’an, ifthor Jama’i, i’tikaf bersama dan lain-lain.
Jangan sampai ba’da Ramadan hidup kita jadi nafsi-nafsi (individualis). Padahal dalam Al Qur’an nafsi-nafsi itu bahasa akhirat. Dunia adalah waktunya bekerjasama, bergandengan tangan, bahu-membahu satu dengan yang lainnya. Di akhirat nanti, setiap orang akan lari dari saudara, ibu, bapak, saudara dan anak keturunannya. Setiap orang akan datang menghadap Allah sendiri-sendiri, tanpa pendukung seorang pun.
(يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ ﴿٣٤﴾ وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ ﴿٣٥﴾ وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ ﴿٣٦﴾ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ ﴿٣٧
“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya (34) dari ibu dan bapaknya (35) dari istri dan anak-anaknya (36) Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya (37)” (QS. ‘Abasa : 34 – 37)
Oleh karena itu, ruh amal jama’i harus terus ditularkan kepada masyarakat. Kita harus jadi daya kohesif (unsur pemersatu) ditengah-tengah masyarakat. Jadilah pemersatu dan jangan jadi pemecah belah.
Berkumpul dan bergeraklah!
Berkumpul dan bergeraklah. Kalau hanya berkumpul tapi tidak bergerak, akan terjadi pembusukan. Lihatlah air laut, kotoran dari berbagai tempat berkumpul di sana. Namun karena bergerak, maka ia jadi bersih dan bermanfaat.
Bergeraklah dalam jamaah. Berjamaah tanpa beramal jama’i (bergerak), akan terjadi pembusukan. Biasanya kebusukan itu dimulai dari busuk mulut (ghibah, namimah, mencela, dll).
Meningkatnya kepedulian sosial
Fenomena Ramadan lain yang harus terus dijaga adalah meningkatnya kepedulian sosial. Ada zakat dll. Hal ini harus terus dikawal dan pelihara.
Kita harus menyadari bahwa setiap kita berhutang budi kepada sesama. Kita banyak mengkonsumsi jasa orang tua, teman hidup, anak-anak, tetangga, teman, kolega, partner kerja, dll.
Kalau setiap orang hanya ingin mengkonsumsi kebajikan orang lain, kita akan mengalami defisit kebajikan. Akan terjadi qoswatul qulub (hati yang keras). Padahal batu yang keras, masih ada yang bermanfaat dengan keluar air darinya. Tapi hati yg keras? tak bermanfaat sama sekali.
Harus kita akui bangsa ini defisit kebajikan. Makanya banyak hutang dan diberi oleh bangsa lain. Semoga bangsa ini jadi bangsa surplus kebajikan.
Mari memproduksi kebajikan sehingga jalan juang kita ini (Daarul Qur’an), surplus kebajikan. Yang surplus kebajikan akan menjadi rahmatan lil ‘alamin.
Kecenderungan ta’at
Fenomena Ramadan lain yang harus terus di jaga adalah kecenderungan taat. Jangan sampai Ramadan bulan taat, syawal kembali maksiat.
Manusia itu seluruhnya, mempunyai potensi kebaikan dan juga keburukan. Sedangkan dakwah itu; optimalisasi potensi kebaikan & meminimalisir bahkan mengeliminir keburukan.
Mayoritas manusia, akan memberikan loyalitas dan keta’atan kepada yang melayaninya. Oleh karena itu, mari produksi kebajikan sehingga surplus kebajikan.
Ketika bangsa ini surplus kebajikan, maka tidak hanya manusia, binatangpun diperhatikan seperti di zaman Khalifah Umar bin Khattab.
“Jika ada keledai terperosok di Irak, maka Umar yg bertanggung jawab” (Umar bin Khattab).
Bahkan ketika itu Umar jug instruksikan aparatnya untuk menebar gandum di bukit-bukit; “Supaya tidak ada org yang berkata : ada burung kelaparan di negeri muslim”, katanya.
Demikian juga anaknya, Ibnu Umar, yang tiap hari melempar gula ke sarang semut di samping rumahnya. “Berbuat baik pada tetangga”, katanya.