Catatan Kontingen Pramuka Daarul Qur’an di Even 17th Nippon Scout Jamboree (1)

0
49

Mengejutkan Sekaligus Menyenangkan

“Nanti kalian akan dipisah, dan tiap tiga diantara kalian akan bergabung dengan kontingen dari Jepang” Informasi yang disampaikan oleh Deden Syafrudin, Kepala Kontingen Indonesia pada even 17th Nippon Scout Jambore, yang berlangsung di Suzu, Jepang, 2-10 Agustus 2018, jelas mengejutkan 20 santri Daarul Qur’an Putra Ketapang, terdiri dari 16 santri dan 4 orang pembina yang tergabung dalam kontingen Indonesia.

“Wah, gimana nanti kita ngomongnya dengan mereka yah?” ujar Udhay, santri kelas 9 yang tergabung dalam rombongan.

Ketakutan akan kesulitan komunikasi menjadi momok bagi rombongan, belum lagi terkait jaminan halal makanan yang nantinya menjadi tanggung jawab tuan rumah untuk menyediakan. Juga soal peralatan kemah dan lainnya yang sudah disiapkan hanya untuk satu tim rombongan.

Skema penggabungan kontingen dengan peserta dari negara lain ini tidak terpikir sebelumnya. Deden pun mengira awalnya kontingen Indonesia yang total berjumlah 75 peserta akan digabung dalam satu tim. Namun nasi telah menjadi bubur dan keputusan panitia harus tetap diikuti.

Maka 20 kontingen Daarul Qur’an pun dibagi ke dalam beberapa rombongan dan mereka digabungkan dalam kamp para peserta dari Jepang. Kekikukan terjadi di awal-awal perkenalan akibat kemampuan bahasa Inggris kedua kontingen terbatas. Terlebih saat perkenalan nama, banyak peserta dari Jepang yang sulit dalam bahasa Inggris. Tawa pun pecah saat masing-masing kontingen tidak memahami apa yang disampaikan oleh lawan bicara. Tapi tawa itu menjadi berkah sebab setelahnya komunikasi mereka menjadi cair.

Soal bahasa pun terpecahkan dengan sedikit kode tangan dan gestur tubuh. Lalu selanjutnya terkait makanan, apalagi rombongan baru sampai sore hari jelang makan malam. Tidak butuh waktu lama, terkait makanan pun terpecahkan. Mengejutkannya tim Jepang telah menyiapkan makanan halal. Semakin mengejutkan ketika mereka memisahkan bahan makanan untuk rombongan dari Indonesia begitu juga terkait peralatan masaknya.

“Alhamdulillah” ujar Dafi, santri kelas 11. Maka makan malam perdana itu diisi menu mie goreng dan nasi serta air putih hangat.

Perlahan satu persatu kekhawatiran akan kakunya situasi di lapangan mulai menghilang. Suasana mulai mencair. Aplikasi google translate pun menjadi penghubung kontingen Indonesia dengan kontingen Jepang. Para santri mulai membaur. Mereka ikut membantu menyiapkan persiapan jelang memasak mulai dari membelah kayu bakar, mengambil air dari tempat penampungan hingga usaha menyalakan api untuk memasak.

“Seru. Ini pengalaman baru buat kami” ujar Rafi yang bersama Dafi tergabung dalam kamp Kanagawa 16. Keduanya pun mulai terlihat asyik berkumpul dengan para pramuka cilik Jepang. Mereka bermain game ala Jepang bersama. Mereka tertawa saat ada yang kalah meski bahasa pengantar mereka saling tidak mengerti. Dafi pun mengenalkan game Indonesia yang diiringi pengantar lagu cublak-cublak sueng.

“Menyenangkan. Meski kami tidak mengerti dengan apa yang mereka katakan tapi Alhamdulillah kami bisa nyambung dengan mereka” ujar Rafi.

Hal serupa dirasakan oleh Razan, santri kelas 9. Ia awalnya sempat terkejut namun kesempatan tersebut ia manfaatkan untuk mengasah kemampuan bahasa Inggrisnya.

“Lumayan, saya bira mempraktikkan kemampuan bahasa Inggris saya” ujarnya.

Razan pun sempat mempraktikkan bagaimana membuat simpul palang serta bermacam jenis simpul yang ia kenal kepada Orimoto Hirufumi (55) pemimpin grup dari kontingen Kanagawa.

Tidak lupa mereka saling bertukar nomor kontak dan akun media sosial untuk tetap menjaga persahabatan jika sudah berpisah nanti.

“Siapa tahu kalo ke Jepang lagi bisa ketemu mereka lagi” ujar Rafi.

[vc_media_grid grid_id=”vc_gid:1534207594430-90a3ea3c-0f5c-10″ include=”17876,17880,17875,17878,17879,17877″]