Hafidz Quran dari Rohingya: Saya Ingin Tinggal di Indonesia

0
35

Rizwan tengah asyik melakukan muraja’ah hafalan Al-Qur’an saat kami menemuinya di mushola Hotel Allium, Tangerang, Kamis (22/1). Ia baru saja mengikuti acara pembukaan Musabaqoh Hifzhil Qur’an se-Asia Tenggara dan dalam beberapa jam kedepan akan duduk dihadapan para juri yang akan menguji hafalan Al-Qur’annya.

Ia termasuk dalam 22 peserta yang mengikuti MHQ yang baru pertama kalinya tersebut digelar di Indonesia. Ia juga satu-satunya peserta dari Myanmar. Kedatangan ke Indonesia kali ini ditemani sang ayah yang juga menjadi teman diskusi dan mentor penguji hafalannya saat berada di Indonesia.

Rizwan mengaku senang dan gembira saat diberitahu akan berangkat ke Indonesia untuk mengikuti kegiatan ini. Ia sudah tahu dan mendengar Indonesia adalah negara yang penduduknya mayoritas memeluk agama Islam.

Usianya baru 17 tahun dan ia suda memiliki hafalan Al-Qur’an 10 juz. Pencapaian yang istimewa mengingat dirinya tidak belajar di sebuah pesantren tetapi di sekolah Internasional yang berada di kota Rangon. Ia menghafal Al-Qur’an dengan cara satu persatu ayat. Mirip dengan metode one day one ayat. Orang tuanya sengaja mendatangkan guru ngaji untuk menjadikan Rizwan sebagai penghafal Al-Qur’an.

Banyak hal yang kami bicarakan dengan Rizwan, berikut petikan wawancara tim Daqu dengan Rizwan:

Senang sampai di Indonesia?
Alhamdulillah, ini negara yang besar dan berkembang. Saya juga suka dengan suara adzan yang selalu terdengar saat masuk waktu shalat.

Sudah berapa juz hafalan Al-Qur’an?
Saat ini sudah 10 juz. Insya Allah akan terus bertambah.

Sulitkah menghafal Al-Qur’an?
Awalnya memang berat. tapi ini lebih masalah motivasi dan tekad yah. Alhamdulillah, lama – lama mulai terbiasa dan menikmati.

Bagaimana teknis Rizwan menghafal?
Saya menghafal Al-Qur’an setelah pulang sekolah. Biasanya saya mencoba menghafal satu ayat dulu baru setelah sudah nempel bener saya pindah ke ayat lainnya begitu. Lalu untuk membantu dan membenarkan orang tua saya memanggil guru ngaji.

Bagaimana Rizwan bisa ikut dalam MHQ ini?
Tidak seperti negara lainnya yang menggelar seleksi saya langsung berangkat saja untuk ikut ini. Alhamdulillah ada lomba 10 juz yang diperlombakan dan saya ikut dalam kategori tersebut. Saya menyiapkan diri secara khusus praktis dua pekan jelang pemberangkatan ke Indonesia. Awalnya saya masih ada 3 juz yang belum dikuasai dengan baik. Tapi jelang keberangkatan kemampuan saya bertambah hingga akhirnya sampailah saya disini.

Targetnya?
Tidak muluk-muluk. Saya yakin negara yang Islam bisa mudah berkembang pasti lebih baik dari hafalan dan langgamnya. Saya hanya ingin belajar dan silaturahmi dengan saudara-saudara saya dari negara lain.

Adakah kesulitan saat proses menghafal?
hmmm… sulit pasti ada yah. Misalnya saat mau menghafal juz 3 itu saya merasa berat banget. Tapi intinya kita harus fokus dan kembali kesemangat awal.

Kita mendengar tentang kasus Rohingnya. Lalu gimana sih kondisi sebenarnya?
(terdiam)… Yah, jujur kondisi di Myanmar memang tidak kondusif bagi umat Islam. Tidak hanya di Rohingya saya yang di kota Yangon saja selalu dipandang sinis karena saya Islam. Diskriminasi memang terjadi dalam banyak hal. Ditambah mereka diperkuat oleh militer yang membuat semakin menjadi-jadi.

Lalu bagaimana dakwah Islam disana?
Yah, akan sangat sulit berkembang karena kondisi seperti itu. Kita harus pintar-pintar menjaga diri saat berbicara akan Islam.

Lalu solusinya?
Kalo saya sih inginnya kita keluar dari Myanmar dan tinggal di Malaysia atau Indonesia. Karena disana hingga entah kapan sangat tidak kondusif dengan Islam.

Ada pesan untuk santri-santri Daarul Qur’an?
Jangan lepaskan kesempatan bebas dalam berdakwah dan menghafal Al-Qur’an. Semoga saudara-saudara saya di Indonesia dan negara lainnya bisa hidup damai tanpa ada kekerasan.