Hari Raya Idul Adha atau Idul Qurban sudah tinggal menghitung hari. Idul Adha ditandai dengan berbondong-bondongnya ummat Islam untuk menunaikan ibadah qurban dengan memotong hewan sembelihan seperti kambing dan sapi bagi yang mampu sesuai ketentuan syariat. Peristiwa itu kemudian diabadikan di dalam Al Quran melalui firman Allah; “Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab: ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’”. (QS. Ash-Shaffat [37]: 102. Makna dialog Nabi Ibrahim AS sebagai ayah dari Nabi Ismail AS menunjukkan semangat patuh, taat terhadap perintah Allah apapun resikonya. Pada wilayah “totalitas taat” inilah akal tidak menjangkau hal-hal yang melingkupi cakupannya. Asas ketaatannya Nabi Ibrahim kepada Allah untuk menyembelih putra tercintanya, asas kepatuhan Nabi Ismail untuk siap di sembelih Ayahnya dalam bingkai atas nama perintah Allah pun siap ditunaikan.
Fenomena diatas kita tarik dalam kehidupan kekinian dalam kontek berbangsa dan bernegara. Masih maraknya fenomena yang mengatasnamakan perintah Allah namun disisi lain menimbulkan banyak mudhorot. Mengkafirkan golongan lain, menghalalkan darah golongan lain atas nama perintah Allah. Sesungguhnya, taat kepada Allah adalah melalui jalan Menuhankan Tuhan dan Memanusiakan Manusia, sebuah jalan terjal mengetuk pintu langit. Lalu bagaimana maksudnya?
Menuhankan Tuhan
Semangat bertauhid bahwa hanya kepada Allah kita menyembah atau ibadah, hanya kepada Allah jualah memohon pertolongan, atau dengan kata lain tindak tanduk kita mulai bangun tidur hingga mau tidur lagi diniatkan hanya untuk mencari ridlo Allah, betapa tidak? Jika kita hanya meniatkan untuk si A, si B, ya jika tercapai, namun jika tidak tercapai, maka kecewalah kita. Adapun kemudian ada orang yang baik kepada kita itu hanya Rahman Rahimnya Allah menggerakkan orang tersebut kepada kita bukan kemudian atas jasanyalah kita bisa sukses dan lain sebagainya. Tidaklah berlebihan jika kita mengelu-elukan figuritas, ketokohan bahkan mengkultuskannya? Idiologi yang dianggap besar sekalipun Marxisme pada akhirnya rapuh dan keropos juga. Begitupun dengan ideologi-ideologi buatan manusia lainnya jika memandangnya berlebihan maka kita terjebak kepada Menuhankan Manusia.
Memanusiakan Manusia
Eforia humanisme mutaakhir yang berlebihan juga pada gilirannya berakibat fatal. Dalam “kacamata Allah” niat awal Nabi Ibrahim untuk taat menyembelih putra kesayangannya kemudian atas izin Allah di ganti domba sehingga yang disembelih domba, bukan manusia, disinilah Allah memperlakukan Nabi Ibrahim untuk ”di wongke” Memanusiakan Manusia, walaupun Allah memerintahkan pahit namun Allah ganti dengan yang lebih manusiawi, lebih bermartabat dan bermanfaat untuk kelangsungan ummat hingga kini, dari situ Allah sungguh tidak menghendaki kekerasan. Bagaimanapun hebatnya Nabi Ibrahim dengan segala mukjizatnya, tetaplah bahwa Ia sang Nabi pembawa risalah kepada ummat bukan lantas sebagai Tuhan, menuhankan manusia, demikian Nabi Isa, hanya sebagai Nabi utusan Allah. Hingga akhir ini, banyak yang memahami agama hanya kulitnya saja namun disisi lain berakibat memfigurkan manusia secara berlebihan bahkan “ucapannya” dianggap sebagai firman Tuhan.
Totalitas Taat
Menuhankan Tuhan dan Memanusiakan Manusia adalah dua hubungan yang harmonis antara Rabb dengan manusia agar kemudian tidak terjebak kepada sebaliknya yakni menuhankan manusia dan memanusiakan Tuhan. Semangat berqurban adalah semangat mendekatkan diri kepada Allah melalui totalitas ketaatan kita terhadap perintah-Nya. Totalitas ketaatan sungguh akan membuahkan hasil yang maksimal disisi Allah sebagaimana Allah berfirman “Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia (Allah) akan mengadakan jalan keluar baginya dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (At-Thalaq: 2-3). Dan bahkan didalam “taat” nya kepada Allah terdapat nilai-nilai sabar, sementara Allah mempertegas melalui Q.S az Zumar 10 “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahala mereka tanpa batas. Yang dalam pengertian umum bahwa sungguh orang bersabar itu poinnya unlimited di sisi Allah, sehingga beruntunglah bagi orang-orang yang bersabar di bawah naungan taat kepada Allah, menahan dan menunda untuk bersenang-senang, dari situ jalan terjal mengetuk pintu langit segera terbuka dan tak terbatas. Sementara taqorrub ilallah atau mendekatkan diri kepada Allah itu butuh pengorbanan, dan pengorbanan itu harus dan atas nama Allah semata, apapun pengorbanan itu. Selamat berqurban semoga Allah subhanahu wata’ala meridhoi dan menyampaikan qurban kita sampai kelak kita di akhirat amin.