Kasus covid-19 di Turki pertama kali diumumkan pada Rabu, 11 Maret 2020. Dikutip dari laman New Straits Time, Rabu, 18 Maret 2020, Menteri Kesehatan Turki Fahrettin Koca mengumumkan jumlah terbaru warga negara Turki yang terpapar virus corona telah mencapai 98 orang.
“Hari ini, saya kehilangan pasien pertama saya dalam perjuangan kami melawan virus corona covid-19” ujar Fahretin.
Untuk menahan bertambahnya korban akibat virus corona pemerintah Turki melakukan kebijakan lock down selama beberapa pekan. Masyarakat dilarang ke luar rumah selain urusan darurat.
Efek kebijakan lock down ini juga dirasakan oleh Delapan alumni Pesantren Daqu yang tengah mengenyam pendidikan di negeri kebab ini. Mereka tinggal dan menimba ilmu di Ağrı, sebuah daerah di negara Turki bagian Asia yang berlokasi jauh dari keramaian. Kota ini memang cukup hening dan tenang dan cukup nyaman sebagai tempat belajar.
Mereka; Achmad Ra’uuf Abdillah, Muhammad Fikran Ramli, Muhammad Luthfil Hadi, Muhammad Faris Pranandha, Ricko Nadiyanto, Muhammad Hikmat, Hafizh Ramadhana, dan Muhammad Fatih Husna berkuliah di Ağrı İbrahim Çeçen University, Turki.
Sejak tanggal 16 Maret 2020, mereka tidak dapat melakukan aktivitas harian sebagaimana biasanya, sebab harus mengikuti karantina di asrama pemerintah Turki yang hanya diperuntukkan bagi para pelajar asing atau pelajar luar Turki hingga tiga pekan pertama, kedepannya menunggu informasi selanjutnya dari pemerintah Turki.
Biasanya, hari-hari mereka dipadati dengan aktivitas belajar di kampus, dan diakhiri dengan setoran muraja’ah menggunakan metode talaqqi rutin dijalakukan setiap harinya. Pejalanan harian mulai dari asrama menuju kampus hingga tiba di kediaman Syaikh Ahmad Badawi ini cukup memadati waktu mereka.
Kini, semuanya cukup dilakukan dari asrama. Setoran muraja’ah tetap dilakukan via online. Pengawasan ketat dari pemerintah Turki pun diberlakukan kepada mereka yang statusnya sebagai pelajar asing.
Ditempatkan di sebuah asrama yang setiap kamarnya biasa ditempati oleh empat orang mahasiswa, kini masing-masing kamar hanya ditempati oleh satu orang saja. “Kita disediain makan sehari-hari di ruang makan asrama.”, ujar Achmad Ra’uuf Abdillah. “Tapi ya makanannya enggak boleh dibawa ke kamar. Harus dimakan di ruang makan.”
Tidak hanya itu, pengawasan juga dilakukan dengan bantuan cctv yang dipasang di setiap lorong asrama.
“Jangankan keluar asrama, keluar kamar buat main ke kamar sebelah aja enggak dibolehin.”, ujarnya. “Kalau ada satu orang yang kelihatan keluar kamar di cctv, itu petugasnya langsung ngewarning. Nama kita disebut lewat mic informasi.”
Selama masa lock down berlangsung, mereka hanya bisa berada di area asrama saja. Tidak bisa keluar asrama, apapun alasannya. Walau hanya sekedar membeli air minum dan cemilan di mini market.
Sebelum lock down ini dilaksanakan, pemerintah Turki berniat untuk memulangkan semua pelajar asing yang ada di negaranya, tapi melihat kondisi di berbagai negara yang sudah melakukan lock down dengan menutup airport, maka pengawasan ketat bagi pelajar asing ini pun dilaksanakan di area asrama.
Sementara itu, pelajar asal Turki sendiri diimbau untuk dapat kembali ke kediamannya masing-masing.
Sisi positif yang dapat diambil dari kondisi saat ini adalah kita bisa semakin dekat dengan Qur’an. “Kita jadi punya banyak waktu buat tilawah dan muraja’ah.”, ujar Ra’uuf.