Membaca: Awal dari Segala Perubahan

0
45

Oleh: Dr. H. Tarmizi As Shidiq, M.Ag – Pimpinan Daarul Qur’an

Pemuda harus menjadi pemikir, pelopor, penggerak, dan pembaharu
Jangan takut bermimpi, jangan ragu bercita-cita
Dengan doa yang tulus dan usaha yang sungguh-sungguh
Insya Allah semua akan terwujud.

Kalimat di atas bukan sekadar rangkaian kata motivasi. Ia adalah ajakan bagi generasi muda untuk berani bermimpi dan berjuang mewujudkannya dengan ilmu serta kerja nyata. Setiap orang tua tentu menginginkan masa depan anaknya gemilang, dan setiap pelajar, santri, maupun mahasiswa sedang berupaya meraih cita-citanya. Namun, di antara semua proses menuju keberhasilan, ada satu langkah mendasar yang sering terlupakan: membaca.


Tahukah kamu? Semua keberhasilan sejatinya berawal dari membaca, bukan hanya membaca huruf, tetapi juga membaca makna kehidupan. Anderson (1985) dalam Becoming a Nation of Readers menjelaskan bahwa membaca adalah proses memahami dan menafsirkan, bukan sekadar melihat tulisan. Membaca menggerakkan akal, membuka wawasan, dan menghubungkan pengetahuan lama dengan penemuan baru dalam kehidupan sehari-hari.


Dalam pandangan Islam, perintah membaca memiliki makna yang lebih luas. Ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. adalah “Iqra”, “Bacalah” (QS. Al-‘Alaq [96]:1). Para mufasir menjelaskan bahwa iqra’ tidak hanya berarti membaca teks tertulis, tetapi juga membaca tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta (Departemen Agama RI, 2019). Maka, membaca dalam Islam mencakup dua dimensi: membaca teks (ayat qauliyyah) dan membaca alam serta kehidupan (ayat kauniyyah) (Nasr, 1987).


Bangsa yang gemar membaca cenderung memiliki kualitas intelektual dan spiritual yang tinggi. Hasil Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2022 menunjukkan bahwa negara-negara seperti Singapura, Irlandia, Estonia, Jepang, dan Korea Selatan menempati posisi teratas dalam kemampuan membaca (OECD, 2023). Keberhasilan mereka tidak lepas dari kebijakan pendidikan yang menanamkan budaya literasi sejak dini.


Penelitian Miller dan McKenna dalam The World’s Most Literate Nations juga menempatkan Finlandia dan negara-negara Skandinavia di posisi puncak karena tingginya akses terhadap buku, perpustakaan, dan media literasi.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?.


Sayangnya, Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Dalam penelitian yang sama, Indonesia berada di peringkat sekitar 60 dari 61 negara yang diteliti. Hasil PISA pun menunjukkan bahwa kemampuan membaca siswa Indonesia masih di bawah rata-rata OECD (OECD, 2023). Penelitian lokal juga menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia lebih banyak menghabiskan waktu untuk hiburan digital daripada membaca buku atau literatur ilmiah.


Rendahnya minat membaca berdampak langsung pada lemahnya kemampuan menulis. Dewani, Hendratno, dan Suryanti (2024) dalam Exploring Reading Interest and Reading Literacy of Indonesian Elementary School Students: A Correlation Study menemukan adanya korelasi positif antara minat baca dan kemampuan literasi siswa sekolah dasar, meskipun tidak selalu signifikan secara statistik. Artinya, peningkatan literasi tidak cukup hanya dengan menyediakan bacaan, tetapi juga harus dibarengi dengan pembiasaan menulis reflektif dan kreatif, baik di sekolah maupun di rumah.


Saya teringat pengalaman pribadi bersama putri saya, Najla, ketika ia masih duduk di kelas dua SD. Saya menghadiahkannya sebuah buku harian dan memintanya menulis apa pun yang menarik setiap hari. Hari pertama, ia kebingungan. Buku itu kosong hingga hari keempat, barulah muncul tulisan sederhana: “Assalammu’alaikum Abi.” Hari demi hari tulisannya semakin panjang, hingga akhirnya ia terbiasa menulis lembar demi lembar. Saya lalu menambahkan buku-buku bacaan dan memintanya membaca berulang kali. Dari kebiasaan sederhana itu, kemampuan membaca dan menulisnya tumbuh pesat. Kini, Najla sedang menyiapkan beberapa buku untuk diterbitkan.
Dari pengalaman itu, saya belajar bahwa minat baca dan tulis tidak tumbuh secara instan. Ia tumbuh karena pembiasaan, perhatian, dan keteladanan.


Bagi para pelajar, mahasiswa, dan santri, inilah saatnya menumbuhkan kegemaran membaca. Di era digital, sumber ilmu dan literatur terbuka luas. Tinggal kemauan dan kesungguhan yang menentukan apakah seseorang akan maju atau tertinggal.


Kembali pada pesan awal, pemuda harus menjadi pemikir, pelopor, penggerak, dan pembaharu. Pemikir adalah mereka yang menggunakan akal untuk merenung dan mencari solusi terhadap persoalan. Soekarno, misalnya, dikenal sebagai pemikir besar bangsa yang menggagas konsep nasionalisme Indonesia. Imam Al-Ghazali adalah pemikir Islam yang berhasil memadukan filsafat dan tasawuf secara harmonis.
Namun, seorang pemikir harus berani menjadi pelopor, mengubah ide menjadi tindakan nyata. Tanpa tindakan, gagasan hanya menjadi wacana. Seorang pelopor juga perlu berjiwa penggerak, yaitu sosok yang mampu menginspirasi dan memotivasi orang lain untuk bergerak bersama dalam satu visi perubahan.


Dan akhirnya, dari ketiganya lahirlah pembaharu, sosok yang mampu mengubah sistem lama menjadi lebih baik berdasarkan ide dan gerakan yang diperjuangkan. Ki Hajar Dewantara, Imam Al-Ghazali, Muhammad Abduh, B.J. Habibie, dan R.A. Kartini adalah contoh nyata pembaharu di bidangnya masing-masing. Mereka tidak hanya berpikir dan bertindak, tetapi juga meninggalkan karya yang membawa perubahan besar bagi masyarakat.


Jika keempat peran ini menyatu dalam diri seseorang, maka lahirlah tokoh transformatif, pribadi yang mampu berpikir, bertindak, dan menuntun perubahan nyata bagi lingkungannya.


Lalu, bagaimana dengan kamu, anak muda Indonesia?


Mulailah menjadi pemikir, pelopor, penggerak, dan pembaharu. Dan ingat, semua itu bermula dari satu hal sederhana, yaitu: membaca dan juga menulis.

Daftar Pustaka
Anderson, R. C., Hiebert, E. H., Scott, J. A., & Wilkinson, I. A. (1985). Becoming a nation of readers: The report of the commission on reading. Washington, DC: National Institute of Education.
Departemen Agama Republik Indonesia. (2019). Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
Dewani, S., Hendratno, H., & Suryanti, M. (2024). Exploring reading interest and reading literacy of Indonesian elementary school students: A correlation study. International Journal of Education Research, 13(2), 145–157.
Miller, J. W., & McKenna, M. C. (2016). World’s most literate nations: A ranking of literacy achievement and resources. Central Connecticut State University.
Nasr, S. H. (1987). Knowledge and the sacred. Albany: State University of New York Press.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). (2023). PISA 2022 results (Volume I): The state of learning worldwide. Paris: OECD Publishing.