Selama dua hari, 13-14 April 2018, ustad Hendy Irawan Saleh, Kepala Biro Media dan Komunikasi Daarul Qur’an, mengikuti RISALAH MUKTAMAR INTERNASIONAL AL-QUDSU AMANATI KE-2, dengan tema “Al-Quds adalah Garis Merah” pertemuan ini dihadiri oleh delegasi dari berbagai negara dunia Islam, dengan beragam profesi yang aktif melakukan pembelaan terhadap Al-Aqsha dan Baitul Maqdis, diantaranya; organisasi keulamaan, kemasyarakatan, lembaga kemanusiaan, kepemudaan, riset dan kajian, serta media dan seni. Berikut hasil tulisan ustad Hendy selama mengikuti muktamar tersebut.
720. Ini bukan angka lotre atau sebuah kode rahasia. Ini adalah angka bulanan. Saksi atas nama Tuhan. Angka yang sudah dihafal diluar kepala karena angka ini tidak berwujud angkanya. Angka pengorbanan atas nama sehuruf dua huruf, seayat dua ayat. Angka yang akan berwujud kertas, dan tanpa kertas ini, jendela dunia akan menjadi gelap, cahaya indah di luar sana terhalang hanya karena secarik yang salah isinya.
Angka yang tak akan berkurang tapi justru bertambah, sesuai keinginan penjaga pintu. Pintu apa? Pintu pembatas antara Masjidil Aqsho Almubarok dengan daerah luar.
Angka yang harus dibayar dengan keringat, dengan pengorbanan, dengan resiko pembatalan. Sehingga jalan ilmu akan tertutup.
Ya, inilah angka dari jumlah Tasrih (surat izin) bagi seorang guru yang akan mengajar di Masjidil Aqsho. Setiap hari, manusia mulia pembawa kabar ilmu harus mempersiapkan 12 Tasrih untuk melewati 12 pintu penjagaan tentara israel. Jika ada yang kurang maka harus kembali. Jika lolos, maka untuk pulangnya di sore hari dibutuhkan lagi 12 tasrih.
Ini bagi ustadz dan ustadzah yang mengajar dari pagi hingga sore. Lalu bagaimana mereka yang mengajar sesi siang hingga malam. Tidak usah diskusi lagi. Hal yang sama juga berlaku. 12 Tasrih siang untuk masuk dan 12 Tasrih malam untuk keluar.
Jika ini dikumpulkan setiap bulan. Maka 720 lembar tasrih setara dengan buku 7 jilid dengan isi dan tulisan yang sama.
Lalu berapa jumlah murid yang akan dididik di Aqsho untuk setiap kelasnya? tidak lebih dari 20 orang perkelas. Belajar Al-Quran, hadits dan dirosah islamiah. Beginilah pengorbanan tanpa batas untuk mengajar, dibawah bayang-bayang senjata laras panjang otomatis para guru mengajar dengan tulus.
Dibalik tekanan para penjajah, ilmu Allah tetap harus tersampaikan. Ini bukan cerita fiksi atau hanya karangan. Ini kisah nyata yang terjadi hingga saat ini.
Syeikh Samir Said, Doktor sejarah, anggota Komite Pembebasan Alquds Dunia, menceritakan kepada kita dengan detail apa yang tidak diketahui oleh dunia.
Mungkin ini adalah sedikit dari banyaknya pengorbanan masyarakat Palestina di bawah tekanan penjajahan israel. Dari sisi pajak, jika perluasan wilayah diberlakukan, maka banyak rumah penduduk penduduk muslim palestina yang harus dirubuhkan.
Tahukah sahabat bahwa untuk merubuhkan rumah yang telah ditinggali sejak lama, harus mereka bongkar sendiri. Sebab jika dibongkar oleh pemerintah Israel, maka alat berat ada harganya, tukang yang kerja seharian ada upahnya, transportasi alat berat ada bayarannya. Dan kesemuanya harus dibayar oleh penghuni rumah tersebut.
Menilik pada sejarah pendudukan Israel atas palestina, jika dimulai sejak 1948 maka sudah 70 tahun lamanya. 70 Tahun sudah cukup untuk membiarkan ini terus berlangsung, 70 tahun cukup bagi palestina kita sebut sebagai bumi sejuta syuhada.
Saatnya kita harus melakukan perubahan (baca: perlawanan) secara diplomatik. Secara akademik, pelurusan sejarah hingga aksi turun kejalan.
Lahirkanlah Umar al-Faruq kedua, ketiga dan keseribu.
Sambutlah kehadiran Sholahuddin al Ayyubi pembebas tanah Palestina, pemenang perang salib. Penyelamat bumi yang diberkahi dari perjalanan Nabi akhir, Rasulullah SAW, menuju singgasana Allah Sidrotul Muntaha.
Dengan keberkahan bulan rajab. Dari negeri Raceb Thayib Erdogan, ruh Al Aqsho memanggil.
Batas garis menjadi merah. Saatnya kembali dan bersatu untuk Aqsho. Inilah hikmah tekanan pada rakyat palestina, semakin mereka dijajah, semakin muncul generasi-generasi pejuang.
Allah Swt berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah ayat 54)