Kyai Yusuf Mansur pernah berkata bahwa di pesantren bukan hanya menuntut ilmu tapi juga belajar hidup. Pola hidup ala pesantren itulah yang diterapkan di Pesantren Holiday. Meski singkat, kegiatan ini bukan sekedar menigisi liburan.
“Pertama-tama kita belajar jadi yang namanya leader. Karena kita di pondok 24 jam, ketemu itu lagi itu lagi maka juga ada namanya ketua kamar”, ujar ustadz Ridwan dari Biro Daqu Training Center yang mengisi mentoring malam itu, Senin (23/2). Bagi seorang santri kepemimpinan adalah hal yang harus dimilki. Mulai dari memimpin dirinya sendiri untuk hidup mandiri sampai memimpin teman-temannya di kamar atau organisasi. “Minimal mimpin do’a. Suaranya itu suara pasukan, Suara tentara”, ungkap Ustadz Ridwan sembari menampilkan sebuah video.
Hidup jauh dengan orangtua memaksa anak pesantren untuk pintar mengatur apapun, termasuk soal keuangan. Uang jajan yang diberikan harus cukup memenuhi kebutuhan. Tidak seperti di rumah, kalau kurang tinggal minta lagi.
Masuk pesantren bukan halangan untuk mencapai apa yang diinginkan. Masuk pesantren justru memudahkan jalan untuk menggapai cita-cita sekaligus memberikan nilai tambah di mata Allah SWT jika mampu menghafal Al-Qur’an. “Mondok di pesantren juga bisa jadi polisi. Kata siapa ga bisa? Banyak loh. Jadi polisi yang berakhlaknya Qur’an. Yang hafal Al-Qur’an”, Ustadz Ridwan mencontohkan. Bahkan di pesantren juga bisa menjadi intel. “Menjadi jasus atau mata-mata. Mencatat anak-anak yang ngomongnya jorok”, tambahnya.
Yang paling penting adalah dengan masuk pesantren akan membahagiakan orangtua. “Insya Allah kalo kita di pondok apapun yang kita minta dikasih (orangtua)”, jelas Ustadz Ridwan. Selain keuntungan di dunia, dengan menghafal Al-Qur’an bisa menjadi amal jariyah untuk kedua orangtua di akhirat. “Nanti jasad kalian akan dijaga. Siapa yang jaga? Malaikat langsung”.