Sejak Kalender Qomariyah atau Penanggalan Islam digunakan 1438 tahun yang lalu, tidakkah kita berpikir tentang keistimewaan Muharrom? Mengapa para senior kita rodhiyallahu anhuma, Khalifah Umar bin Khattab dan penasehatnya Abu Musa Al- Asy’ari, meletakkan Muharrom setelah Dzulhijjah?
Profesor Charles Jeurgens dari Universitas Leiden, Belanda, seakan menjawab pertanyaan itu. Berbicara di Universitas Australia Barat, Perth, Rabu (22/7/2015), ia menyatakan bahwa pemerintah Kolonial Belanda sangat khawatir terhadap jamaah haji Indonesia. Pasalnya, sepulang haji, mereka membawa spirit perlawanan terhadap penjajahan untuk meraih kemerdekaan bangsa.
“Maka, Belanda coba mengendalikan ibadah haji,” kata profesor di bidang pola alih informasi pada masa penjajahan.Pengendalian itu dilakukan melalui pengetatan syarat calon haji dan karantina jamaah haji. Terlebih setelah banyak orang Jawa bermukim di Makkah usai ibadah haji untuk memperdalam Islam.
Menurut penelitian H Aqib Suminto dalam buku ‘’Politik Islam Hindia Belanda’’, pada akhir abad ke-19 kaum mukimin Indonesia di Tanah Suci merupakan terbesar dan bagian paling aktif Pengamatan Snouck Hurgronje berkesimpulan, Kota Makkah menjadi jantung kehidupan agama kepulauan Nusantara, yang setiap detik selalu memompakan darah segar ke seluruh tubuh Muslimin Indonesia. Hingga kemudian, segala gerak gerik para mukimin yang dikenal sebagai Koloni Jawa di Makkah, selalu diawasi Konsul Belanda di Jeddah dan kaki tangannya di Makkah.
Spirit ibadah haji semakin dahsyat dengan adanya ibadah qurban di dalamnya. Inilah ibadah yang mensyaratkan keyakinan nothing to lose untuk menaati Allah SWT. Kita bersedia mengorbankan nyawa, harta, benda, kesempatan, waktu, pikiran, tenaga… dan semua resources yang kita miliki demi taat pada Allah. Sebagaimana telah diteladankan Nabi Ibrahim as.
Pada sebuah Khutbatul Wada’ yang sendu, Rasulullah SAW memungkasi pesannya dengan wasiat:
Kalaulah runtuh kemudian, maka kitalah yang harus membangkitkannya lagi.
Bahkan kebangkitan Islam itu, menurut Syaikh Dr. Abu Bakr Al ‘Awawidah, bermula dari negeri kita. Kabar dari Wakil Ketua Rabithah ‘Ulama Palestina itu disampaikan oleh Ustadz Salim A. Fillah yang kemudian menjadi viral di medsos awal Desember 2015.
Syaikh Al ‘Awawidah menuturkan, bukankah Rasulullah bersabda bahwa pembawa kejayaan akhir zaman akan datang dari arah Timur dengan bendera-bendera hitam mereka? ‘’Dulu para ‘Ulama mengiranya Khurasan, dan Daulah ‘Abbasiyah sudah menggunakan pemaknaan itu dalam kampanye mereka menggulingkan Daulah ‘Umawiyah. Tapi kini kita tahu; dunia Islam ini membentang dari Maghrib; dari Maroko, sampai Merauke,” ujar beliau.
Syaikh mengakhiri penjelasannya dengan berkata, “Maka sungguh aku berharap, yang dimaksud oleh Rasulullah itu adalah kalian, wahai bangsa Muslim Nusantara. Hari ini, tugas kalian adalah menggenapi syarat-syarat agar layak ditunjuk Allah memimpin peradaban Islam.”
Semoga semakin membudayanya Program Tahfizh Qur’an dalam segenap bentuk dan implementasinya, menjadi salah satu ciri kebangkitan Islam di Nusantara.
Saatnya Muharrom Bangkit. Allah Bersama Kita. Dan Allah terus bersama kita. Selamat Tahun Baru Islam 1438 H.