“Tidak ada masalah dalam kamus santri. Yang ada hanya tantangan”, Ujar Kyai Ahmad Jamil, di suatu waktu.
Para santri mengangguk takzim. Seakan mengerti apa maksud dari perkataan Ustadz Ahmad Jamil itu. Padahal, ekspresi mereka menunjukkan kebingungan yang luar biasa. “Bukannya setiap tantangan pasti ada masalah ya? Tanpa adanya masalah mana bisa ada tantangan”, ujar seorang santri yang ditanyai tentang masalah itu.
Bener sih, kita sebagai santri pasti berpikir bahwa tantangan dan masalah merupakan hal yang tak bisa dipisahkan. Mana mungkin kita bisa menganggap adanya tantangan tanpa ada masalah? Tapi setelah dipikir-pikir, benar juga kata Kyai Jamil.
Kok bisa?
Jadi, kalimat “tidak ada kata masalah” itu bukan semata-mata kita ga punya masalah sama sekali, plong, kosong. Bukan semata-mata kita terbebas dari yang namanya kesulitan. Tapi, ini masalah mindset. Maksudnya, jangan menganggap masalah itu sebagai sesuatu yang memberatkan, menyulitkan, membuat kita depresi dan lainnya. Tapi anggaplah masalah itu sebagai tantangan.
Bedanya di mana?
Kalau kita berfikir bahwa masalah itu sebagaimana yang dimaksud, kita akan terpuruk di dalamnya. Terkurung dalam pemikiran bahwa itu adalah suatu yang menberatkan, seakan kita yang paling menderita. Sampai kita lupa siapa yang ngasih masalah tersebut. Selanjutnya, kita mencari jalan tercepat agar masalah itu cepat selesai. Tak jarang menggunakan cara-cara yang tidak disukai Allah SWT.
Tapi, kalau masalah itu menjelma menjadi sebuah tantangan, justru kita akan semangat menghadapinya. Karena di situ kita punya kesempatan menjadikan masalah sebagai ladang pahala dengan sabar, ibadah, doa-doa dan ajang mendekatkan diri pada Allah SWT. Semakin kita minta sama Allah semakin kita disayang oleh-Nya. Selain itu, pemikiran kita juga semakin berkembang karena kita dipaksa mencari solusi sebuah masalah. Bukannya orang dengan nama besar lahir dari sebuah masalah?
Diceritakan Oleh: Taqy Khaikarrafi, Santri Pesantren Daqu Ketapang Kelas 11