Oleh : Mahfud Fauzi
Staf Biro Dakwah Pesantren Tahfizh Daarul Quran
Ungkapan Laa Ilaaha Illa Allah adalah sebuah perkataan tauhid yang makna harfiahnya adalah “menyatukan” atau mengesakan. Kata tauhid dimaksudkan sebagai faham “me maha-esa-kan Tuhan”. Pada dasarnya kata tauhid itu pun tidak termaktub dalam al Qur’an, tetapi bukan berarti kata tersebut hampa dalam al qur’an, karena yang ada di dalam al qur’an adalah kata yang merupakan turunan dari tauhid itu sendiri seperti kata (ahad dan wahid ) dan kata ahad dan wahid itu pun merupakan representasi dari kata tauhid itu sendiri yakni “tentang ajaran untuk meng-esa-kan Tuhan.”
Dalam pandangan keagamaan umumnya umat muslim di Indonesia terdapat kesan amat kuat bertauhid adalah hanya berarti beriman atau percaya kepada Allah. Namun apabila kita mengkaji lebih dalam dan teliti kitab suci al qur’an. Ternyata bertauhid tidaklah sepenuhnya demikian. Contohnya orang-orang musrik Makkah yang memusuhi Rasulullah dahulu itu adalah kaum yang benar-benar percaya kepada Allah. Dan sungguh jika kau (Muhammad) tanyakan kepada mereka, “siapakah yang menciptakan langit dan bumi” pastilah mereka akan menjawab Allah!. Katakan: apakah kamu renungkan sesuatu (berhala) yang kamu seru (sembah) selain Allah itu? Jika Allah menghendaki bahaya atasku, Apakah mereka mampu atas melepaskan bahaya itu? Dan jika Dia (Allah) menghendaki rahmat untukku, apakah mereka (berhala-berhala) mampu menahan Rahmat-Nya? Katakan Muhammad : cukup bagiku Allah saja, kepada-Nya lah bertawakal mereka yang mau bertawakal. (q.s Az-Zumar ; 38).
Maka dari itu, Huston Smith seorang ahli filsafat modern, dalam pengamatannya atas fenomena Islam memandang Islam berarti sikap pasrah atau tunduk kepada Tuhan justru menjadi pangkal kebebasan kaum muslim dan sumber energi mereka yang hebat. Sebagaimana terbukti dari ledakan politik luar oleh orang arab muslim pada abad ke-7. Oleh karena itu untuk manusia pada umumnya dan mereka yang telah memiliki kepercayaan kepada Tuhan, proses pembebasan itu tidak lain ialah pemurnian kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa. Pertama, melepaskan diri dari kepercayaan kepada yang palsu, kedua dengan pemusatan kepercayaan hanya kepada yang benar. Seseorang disebut menuhankan keinginan dirinya sendiri jika dia memutlakan diri dan pandangan atau fikirannya sendiri.
Biasanya orang seperti ini akan mudah terseret pada sikap-sikap tertutup dan fanatik yang amat cepat bereaksi negatif pada sesuatu yang datang dari luar. Inilah salah satu bentuk kungkungan hawa nafsu. Hanya dengan melawan itu semua melalui proses pembebasan diri seseorang akan mampu menangkap kebenaran. Pembebasan diri yang diperoleh melalui kalimat syahadat la ilaha illa Allah itu dipandang dari sudut pandang effeknya kepada peningkatan harkat dan derajat kemanusiaan pribadi seseorang membuat seorang manusia merdeka sejati, akan menghilangkan dari dirinya sendiri setiap halangan melihat yang benar sebagai benar dan yang salah sebagai salah.
Kita fasih dalam mengucapkan zikir tersebut, namun pada sisi yang lain justru kita tidak membumikannya, karena kita tidak melibatkannya dalam setiap jenjang permasalahan kita sehari-hari. Maka dengan demikian, kita harus mengejawantahkan semangat tauhid dalam bentuk kehidupan sehari-hari kita.
Cara membumikan kalimat Laa Ilaaha Illa Allah dengan cara menghadirkan hanya Allah sajalah yang bisa menyelesaikan segala persoalan kita, melibatkan Allah dalam setiap nafas gerak kita, sehingga nyata bagi kita bahwa tidak tuhan yang bisa membuat kita ingin punya rumah hanya karena bantuan Allah, tidak ada tuhan yang bisa membuat kita ingin punya kendaraan kecuali dari Allah, tidak ada tuhan yang bisa memberikan kita keturunan kecuali atas pertolongan Allah, tidak ada tuhan yang pantas memberikan kita ingin kedudukan jabatan kecuali hanya karena kuasa Allah, tidak ada tuhan yang bisa memberangkatkan kita umroh dan haji kecuali atas izin Allah, tidak ada kekuatan tuhan yang bisa menghindarkan kita dari kecelakaan kecuali karena pertolongan Allah, tidak ada tuhan yang bisa membuat kita ingin terkenal masyhur kecuali karena Allah mengangkat kita, tidak ada tuhan yang bisa ingin menghadirkan kenikmatan hanya karena Allah sang pemberi nikmat sejati, tidak ada tuhan yang bisa mengangkat derajat kemulyaan kita kecuali Allah angkat derajat kita, tidak ada tuhan yang membuat kita ingin punya daya tarik kecuali Allah menarik manusia kepada kita, tidak ada tuhan yang bisa ingin membuat kita memiliki pengaruh besar kecuali Allah menundukkan mereka kepada kita. Dan seluruh kebutuhan layak lainnya yang tentu saja semua terhimpun dalam kalimat la ilaaha illa allah.
Lantas kenapa kepentingan dan kebutuhan manusia melalui dzikirnya ada embel-embel ingin mengejar kebutuhan urusan duniawi? Maka jawabanyya, kepada siapa lagi kita meminta dan memohon pertolongan jika tidak kepada Allah.
Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah’ adalah dzikir yang paling utama sebagaimana Nabi bersabda afdholu adzikr annahu la ilaaha illa allah. ”Barangsiapa mengucapkan ’laa il aha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ’ala kulli syay-in qodiir’ [tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kerajaan dan segala pujian. Dia-lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu] dalam sehari sebanyak 100 kali, maka baginya sama dengan sepuluh budak (yang dimerdekakan, pen), dicatat baginya 100 kebaikan, dihapus darinya 100 kejelekan, dan dia akan terlindung dari setan pada siang hingga sore harinya, serta tidak ada yang lebih utama darinya kecuali orang yang membacanya lebih banyak dari itu.” (HR. Bukhari no. 3293 dan HR. Muslim no. 7018)
Selamat berdzikir laa ilaaha illa allah.
Wallahu a’lam