Belajar Dari Keluarga Ibrahim

0
27

Hikmah perjalanan Nabi Ibrahim dan keluarga yang terekam dalam ritual ibadah kurban dan haji tidak pernah akan habis kita kupas. Nabi Ibrahim beserta putranya Ismail dan istrinya Siti Hajar telah mengajarkan pengorbanan tidak ternilai yang berbasis pada keimanan kepada Allah swt.

Semua cobaan dan ujian bisa mereka lewati dengan manis dan menjadi keteladanan. Dalam setiap episodenya ada dialog-dialog sehat yang berujung menguatkan keimanan bukan mempertanyakan akan ujian yang mereka hadapi. Bagaimana kokohnya hati Ibrahim sebagai ayah dan seorang suami, keihklasan Ismail kecil serta kesabaran Siti Hajar sebagai seorang ibu dan istri, yang harus merelakan anak semata wayangnya yang ditunggu lama kehadirannya untuk dijadikan kurban oleh ayahnya sebagaimana diperintahkan oleh Allah swt.

Dari keluarga hebat ini kita bisa belajar akan tolak ukur dalam kehidupan yang kita arungi sesuai dengan peran dan amanah kita masing-masing yang telah diberikan oleh Allah swt, untuk menunjukan pengabdian kepada-Nya, seberapa besar keimanan, keikhlasan dan kesabaran yang kita lakoni sebagai bentuk kehambaan kepada Sang Pencipta.

Saat kita diamanahkan sebagai seorang suami, sudah sanggupkah kita meniru ketangguhan iman Nabi Ibrahim, mengorbankan sesuatu yg paling dicintainya untuk disembelih, demi mengamalkan perintah Allah sebagai bukti “kehambaannya” kepada Sang Pencipta.

Saat peran sebagai istri yang Allah kasih, sudah sanggupkah kita meniru katabahan dan ketaatan Siti Hajar, merelakan suaminya menjalankan perintah Allah untuk “menghilangkan nyawa” seorang anak yang diharapkan lama kehadirannya dan juga berjiwa besar menghargai anaknya yang masih belia merelakan nyawanya hanya karena perintah Allah kepada ayahnya.

Lalu  jika kita ditakdirkan sebagai anak, sudahkah kita memiliki idealisme setangguh Nabi Ismail yang rela menjadi korban untuk suatu tujuan mulia, memberikan kepastian kepada orangtuanya bahwa yang dilakukannya adalah benar perintah Allah swt, yang harus cepat dilakukannya mesti Ismail kecil harus merelakan nyawanya.

Maka apapun tugas hidup yang kita jalani memiliki porsinya masing masing dalam mengaplikasikan keimanan dan ketaatan kita kepada Allah swt. Sesuai dengan kemampuan yang bisa kita lakukan. Boleh jadi menjadi Ibrahim, Siti hajar atau dilain kondisi kita mengambil peran menjadi Ismail yang begitu sangat belia umurnya tetapi sikapnya lebih dewasa dalam mengambil sikap dan meyakini orang yang dicintainya dalam mengamalkan perintah Allah swt.

Semoga format keteladanan pengorbanan atas keagungan dan ketaqwaan Nabi Ibrahim, Nabi Ismail dan Ibunda Siti Hajar  dalam mengamalkan perintah Allah swt, menjadi cambuk buat kita semua di era kini yang penuh dengan fatamorgana kehidupan untuk selalu mendekatkan diri dan selalu berlandaskan ketaqwaan dalam beribadah kepada Allah swt. 

Oleh, ustad Darul Qutni, Kepala Sekretariat Daqu