Mendidik Santri dengan Kisah Teladan

0
52

Percakapan kedua jin itu terbukti benar. Segala permohonan Fulan selalu dikabulkan Allah SWT. Namun suatu ketika, Fulan menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Siang itu, Fulan menyempatkan diri membeli kurma pada seorang pedagang tua.

Saat kurma hendak dibungkus, Fulan melihat satu butir kurma diatas timbangan. Fulan pun mengambil kurma itu dan memakannya. Dia menduga, kurma itu miliknya yang terjatuh saat ditimbang.

Sepulang dari ibadah haji, Fulan kembali mendengar percakapan Jin baik dan Jin jahat.

“Eh, kamu tahu enggak kalau sekarang doa-doa si Fulan sudah tidak dikabulkan lagi sama Allah. Doanya tertolak,” kata Jin jahat.

“Lho, kenapa?,” kata Jin baik.

“Itu karena Fulan telah memakan sebutir kurma yang bukan haknya,” kata Jin jahat.

Mendengar pembicaraan kedua Jin itu, Fulan pun kaget bukan kepalang. Hatinya gelisah dan ingin segera menghalalkan kurma yang sudah terlanjur dimakannya. Tanpa membuang tempo, Fulan pun kembali ke Mekkah.

Jarak kampung Fulan dan Mekkah sangat jauh. Perjalanan memakan waktu hingga berbulan-bulan karena alat transportasi saat itu hanya unta.

Sayang, ketika Fulan tiba di Mekkah, penjaga toko kurma sudah berganti orang. Pak tua yang dulu melayani Fulan membeli kurma, sudah digantikan oleh pedagang bertubuh lebih muda dan berbadan besar.

Selidik punya selidik, pak tua penjual kurma itu sudah meninggal dunia dan sekarang digantikan oleh anak sulungnya. Fulan pun sedih.

“Saya ingin meminta agar satu butir kurma yang saya makan waktu itu dihalalkan,” kata Fulan kepada anak pak tua.

“Saya mengikhlaskan kurma itu, tetapi saya memiliki 11 orang saudara dan saya tidak tahu apakah saudara-saudara saya itu bisa mengikhlaskan atau tidak.”

Fulan tidak mundur.

“Kalau begitu, berilah saya alamat ke-11 orang saudara-saudara mu itu. Saya akan mendatangi semua saudara mu satu per satu untuk meminta keikhlasan mereka agar menghalalkan kurma yang saya makan,” kata Fulan.

Dengan kesungguhan tekad, Fulan pun mendatangi satu-satu ke-11 anak Pak tua penjual kurma dan meminta keikhlasan mereka atas kurma yang dimakannya. Setelah keikhlasan diperoleh, tak lama Fulan mendengar pembicaraan jin baik dan jin jahat.

“Kamu tahu enggak, doa si Fulan sekarang sudah diijabah oleh Allah,” kata jin baik. Jin jahat pun kesal mendengarnya.

Kisah Fulan dan kurma itu, diceritakan Ustad Syaiful Bahri dengan mimik wajah serius.

Guru Tahfiz Daarul Quran itu, hendak memberikan pelajaran moral pada santri – santri I’daad Daarul Quran akan prinsip kehati-hatian dalam menggunakan barang-barang yang bukan miliknya sendiri, sekalipun itu barang milik teman.

“Saya lebih suka memberi pelajaran ahlak kepada santri, lewat cara mengisahkan cerita-cerita tauladan saat zaman Rasul dan para sahabatnya. Cara ini lebih ampuh,” kata Syaiful Bahri.

Buah cerita Fulan dan kurma, kata Syaiful, agar para santri menjadi tahu bahaya dan hukuman yang akan ditanggung jika menggunakan barang-barang milik orang seenaknya. (suci)

Â