Ahmad Fuadi, penulis novel Negeri 5 Menara, mengisahkan pengalamannya dengan buku. Menurutnya ia pertama kali bersentuhan dengan buku saat usia balita dari mendiang kakeknya.
“Saat itu kakek saya memiliki sebuah ruangan rahasia berukuran 3×3 meter. Tidak sembarang orang boleh memasukinya. Namun, entah kenapa saya yang saat itu masih balita diperbolehkan masuk dalam ruangan tersebut” ujarnya saat mengisi workshop “Berburu Beasiswa ke 5 Benua” di Pondok Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an, Ketapang, Tangerang, Senin (12/1).
Ternyata, Fuadi melanjutkan, ruangan tersebut penuh buku. Dari lantai hingga hampir atap terisi tumpukan buku. Fuadi kecil pun penasaran dengan apa isi buku tersebut. Dalam suatu kesempatan ia melihat-lihat buku yang berisi gambar kota-kota besar di Eropa berikut bangunan khasnya.
“Entah mengapa sejak saat itu saya terasa memiliki motivasi untuk berkunjung langsung ke kota-kota tersebut” ujarnya.
Baginya buku merupakan sumber ilmu. Maka itu ia selalu berpesan kepada siapapun untuk tidak segan membaca buku.
“Sebuah buku itu lebih mematikan dari pada peluru. Jika peluru hanya bisa menjangkau satu sasaran. Maka buku bisa meraih berjuta-juta sasaran bahkan lebih. Bayangkan banyak penulis yang sudah meninggal namun karyanya sampai sekarang masih memiliki kesan dan berpengaruh dalam kehidupan” ujarnya.
Ahmad Fuadi sendiri memulai debutnya sebagai penulis dengan Novel 5 Menara. Novel tersebut awalnya ditulis Fuadi hanya karena ingin berbagi pengalaman dengan banyak orang akan kisahnya saat menjalani kehidupan di pesantren Gontor. Dari buku yang hingga kini telah memasuki cetakan ke-27 tersebut telah membawa Ahmad Fuadi meraih berbagi prestasi seperti “Buku dan Penulis Fiksi Terfavorit 2010” dan masuk sebagai salah satu nominasi Khatulistiwa Literary Award.