Amaliyah Tadris Perdana Tetapkan Muadz Sebagai Peserta Terbaik

0
297

Nama Muadz Abiyyu Hizbullah diumumkan menjadi peserta terbaik Amaliyah Tadris Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Al-Jannah Cariu, Kab. Bogor. Ia menyisihkan beberapa peserta lain. Makin terasa spesial karena kegiatan belajar mengajar para santri ini pertama kali digelar di lingkungan pendidikan Daarul Qur’an. sehingga Muadz menorehkan tinta sejarah sebagai santri pertama penerima penghargaan peserta terbaik Amaliyah Tadris.

Muadz, panggilannya, merupakan santri kelas 6 atau setara 12 SMA yang berasal dari Muara Enim, Palembang. Ia memperoleh nilai jaid jidan atau setara B+ pada penilaian yang dilakukan para asatidz, termasuk Pengasuh Pesantren Daqu Al-Jannah Cariu, Ustadz Soleh Nurdin, Kepala Biro Penelitian dan Pengembangan Direktorat Pendidikan Daarul Qur’an, Ustadz Sobri M. Rizal, serta Pimpinan Daarul Qur’an Direktorat Pendidikan, KH Ahmad Jamil.

“Perasaannya tuh kaget banget. Bersyukur Kepada Allah. Seneng pastinya dan gak nyangka bisa jadi peserta terbaik dalam acara ini. Apalagi ini acara perdana di Pesantren Daarul Qur’an,” unkap Muadz mengutarakan perasaannya.

Sebelum terjun mengajar, para santri diminta menyetorkan bahan ajar kepada para musyrif atau pembing sekaligus sebagai bahan penilaian. Menurut Muadz, ini juga menjadi kesulitan tersendiri.

“Menurut saya sih persiapannya susah-susah gampang, ya. Karena kita harus benar-benar memahami materi yang akan kita ajarkan. Kendalanya tuh di bagaimana cara penguasaan materi yang akan kita ajarkan kepada para murid. Sementara mudahnya itu karena materi yang akan kita ajarkan sebelumnya sudah pernah kita pelajari jadi hanya butuh pengulangan sedikit untuk memahaminya lagi,” jelas Muadz.

Muadz mengaku sempat kaget ketika pertama kali diberitahu kalau Amaliyah Tadris akan digelar di pondoknya. Namun dengan begitu ia punya kesempatan untuk mempersiapkan materi pembelajaran ini.

Dengan Amaliyah Tadris, para santri dituntut untuk tidak hanya mengerti materi pembelajaran, namun juga bisa mengajarkannya, terutama ilmu-ilmu pada kitab islam klasik. Pengalaman ini amat berharga di mata Muadz. Ia pun merasa beruntung Pesantren Daqu akhirnya melaksanakan kegiatan ini.

“Anak-anak di luar sana yang sepantar dengan saya belum tentu bisa merasakan bagaimana rasanya ketika terjun langsung sebagai seorang pengajar. Belum lagi ketika ada beberapa murid yang kita ajari belum paham dengan yang sudah kita jelaskan dan di sana tugas kita sebagai pengajar atau seorang guru harus memastikan semua murid mengerti pelajaran yang kita ajari,” tutur Muadz.

“Harapanya semoga segala sesuatu yang sudah saya terapkan di Amaliyah Tadris ini bisa berguna di masa yang akan datang dan semoga acara ini bisa terus dilaksanakan oleh Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an di seluruh Indonesia terutama yang ada kelas akhirnya dengan fasilitas yang lebih baik dan memadai dari sebelum-sebelumnya,” terang Muadz menuturkan harapannya.

Amaliyah Tadris, seperti terjemahan dalam Bahasa Indonesianya, merupakan kegiatan santri dalam mengimplementasikan cara mengajar di hadapan santri lainnya. Di Pesantren Daqu, program ini dikhususkan untuk santri kelas 6 atau setingkat 12 SMA.

Program ini pertama digelar satu pekan, mulai Senin (21/2) hingga Minggu (27/2). Para santri dibagi tiap kelompok. Satu orang akan diuji mengajar, sementara lainnya mengisi form sebagai naqd atau evaluasi. Santri yang diuji mengajar bisa menggunakan salah satu dari dua bahasa, yakni Arab atau Inggris.

Amaliyah Tadris nantinya menjadi syarat kelulusan santri, khususnya yang menerapkan program pesantren muadalah atau Tarbiyatul Mualimin Al-Islamiyah (TMI), seperti di Pesantren Daqu Al-Jannah Cariu.

Penulis: Nur Taufik Al-Ghifari, Santri Pesantren Daqu Al-Janah Cariu, Kelas 5 (11 SMA).