Buktikan Ketaatan Kita Pada Allah swt Lewat Disiplin Diri

0
287

Senin, 7 Januari 2019, Alhamdulillah Allah swt mengizinkan kami berkumpul kembali setelah melewati liburan semester satu. Seperti biasanya kami berkumpul di lapangan guna mendengarkan pesan dan nasehat dari Ustadz Sobri Muhammad Rizal, pengasuh kami yang akrab disapa “Abuy” dalam rangka membuka kegiatan belajar mengajar semester genap tahun ajaran 2018-2019.

“Seseorang itu dinilai dari kedisiplinannya, karna kedisiplinan mencerminkan ketaatan seseorang kepada Allah.”, ujar beliau pagi itu membuka pesan dan nasehat beliau untuk kami semua.

Beliau menginginkan semua yang berada di sini, bersama beliau, dapat menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan aturan yang ada.

“Hilangkan kesenangan kalian selama liburan yang sifatnya hanya sementara, dan masuklah ke dalam pesantren dengan sempurna!” sambung Abuy.

Kutipan ucapan beliau ini membuat kami mengerti bahwa liburan hanya sebuah kesenangan sementara, tidak ada unsur abadi di dalamnya. Masih ada rasa yang tertinggal di rumah, bersama gadget dan televisi. Beliau meminta kami kembali ke pesantren dengan sempurna, meninggalkan semua kesenangan dunia kemudian kembali menuntut ilmu agama dan menghafal ayat suci-Nya dengan sempurna.

“Jangan kalian kira hidup di luar itu enak, itu semua tidak seperti yang kalian bayangkan. Di luar, kalian harus mati-matian melawan berbagai macam kemaksiatan”

Seperti yang sudah berulang kali beliau sampaikan kepada kami, beliau menggambarkan tentang bagaimana kehidupan di luar yang begitu bebas. Tidak ada yang menjadi reminder untuk sholat, kecuali hati nurani sendiri. Tidak ada yang mengingatkan untuk berbuat baik, kecuali diri kita sendiri. Tidak ada yang memaksa kita menjauhi segala macam bentuk maksiat, kecuali diri sendiri. Terlihat begitu enak berada di luar sana, namun pada kenyataannya jauh dari yang dibayangkan. Satu kalimat yang beliau titipkan saat itu, “Jadikan hatimu sebagai jarosmu !”
Jaros, sebuah kata dalam bahasa arab yang artinya bel atau pengingat.

Kembali beliau berpesan kepada kami, bahwa ada tiga tahapan dalam kehidupan, “Personality, Community, and Life.” Sikap kita sesama manusia dinilai secara personal, hubungan kita sesama manusia dinilai secara komunitas, dan kehidupan yang kita jalani bukan kebahagiaan dunia, tapi kebahagiaan akhirat. Jika kita mencari kebahagiaan akhirat, maka kebahagiaan dunia pasti mengikuti.

Di akhir kesempatan kali ini, beliau menyampaikan bahwa “yang menjamin kebahagiaan kita bukan bapak kita, tapi diri kita sendiri”.