Membuktikan Klaim Bersih Masyarakat Jepang
Aksi supporter dan pemain sepakbola Jepang membersihkan kembali tribun stadion dan ruang ganti pemain pada Piala Dunia yang belum lama berlangsung di Rusia membuat banyak orang berdecak kagum. Terlebih aksi itu dilakukan saat Jepang harus tersingkir dengan menyakitkan pada babak 16 besar. Sempat unggul 2-0 terlebih dahulu, Jepang harus menerima kekalahan 2-3 dari Belgia.
Aksi itupun viral hingga membuat seorang Dicky Permana penasaran. Pria yang juga pembina Pramuka di Pondok Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an itupun memanfaatkan keikutsertaan di even 17th Nippon Scout Jambore untuk membuktikan sekaligus melihat langsung sikap menjaga kebersihan masyarakat Jepang.
Tidak butuh waktu lama, Dicky langsung mendapat jawabannya. Ia dibuat geleng kepala melihat jalanan di Jepang bisa dibilang bersih dari sampah, meski tempat sampah tidak banyak diketemukan. Sepanjang perjalanan dengan menggunakan bus dari Bandara Komatsu menuju lokasi Jambore, yang berlangsung di Kota Suzu, Ishikawa, sangat sulit ditemukan sampah di sepanjang jalan.
“Keren, yah” ujarnya pelan.
Namun itu belum membuat Ia puas. Ia penasaran bagaimana jika setelah even besar berlangsung, masihkah sampah sulit ditemukan atau sebaliknya. Maka ia pun menunggui upacara pembukaan jambore hingga kontingen terakhir meninggalkan lokasi acara. Hasilnya lapangan rumput yang baru saja diduduki ribuan orang serasa tidak ada acara apa-apa sebelumnya. Sampah sangat sulit ditemukan untuk dibilang tidak ada sama sekali. Padahal petugas kebersihan dan tempat sampah juga tidak gampang ditemukan. Setiap kontingen membawa sendiri sampah bekas mereka untuk dibuang pada tempat sampah di camp masing-masing.
“Wow!” Sekali lagi Dicky berdecak kagum.
Penasaran Dicky pun terjawab. Tapi ada pertanyaan selanjutnya, bagaimana Jepang membudayakan masyarakatnya untuk menjaga kebersihan?
Liana, pemandu perjalanan kontingen Pramuka Daarul Qur’an, mencoba memberikan jawaban. Menurut wanita yang telah 11 tahun menetap di Jepang, sejak dini anak-anak di negeri Matahari Terbit itu telah di didik untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat. Menurutnya sekolah Taman Kanak-kanak di Jepang tidak ada petugas kebersihan khusus. Para guru menyapu dan mengepel lantai sementara anak-anak diminta merapikan bekas makan mereka sendiri. Ini dilakukan agar anak-anak meniru apa yang guru mereka lakukan dan timbul tanggung jawab untuk menjaga kebersihan.
“Model sekolah tanpa petugas kebersihan itu ada di semua jenis sekolah baik negeri maupun sekolah yang mahal. Anak-anak sejak awal diajarkan bahwa sampah itu ada tempatnya khusus dan tidak boleh membuang sembarangan yang justru akan merusak bumi” jelas Liana.
Liana pun menambahkan konsep pendidikan ini juga melibatkan orang tua di rumah. Jika ada seorang murid kedapatan membuang sampah sembarangan maka sekolah akan memanggil orang tua murid tersebut untuk menanyakan apa yang terjadi di rumah.
“Jadi apa yang diajarkan di sekolah selaras dengan apa yang diajarkan di rumah” tambahnya.
Maka itu dalam even Jambore kemarin akan dengan gampang melihat anak-anak Jepang mengikat kantong plastik berisi sampah mereka di tas punggunggnya untuk lalu dibuang ditempat yang telah disediakan.