Â
“Saya enggak nakut-nakutin, tapi tinggal disini itu asyik. Paling kalau bosen, saya main aja,†kata Rifki.
Menurut Rifki, keputusannya untuk mondok di Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Quran adalah pilihannya sendiri. Kegiatan di pondok pesantren, bagi Rifki juga terasa menyenangkan. Aktifitas di pondok, dimulai sejak azan subuh berkumandang.
“Habis salat subuh, kami tahfiz (menghafal Quran),†kata Rifki.
Pukul 6.30 para santri kibar diberikan waktu untuk mandi, sarapan dan dilanjutkan dengan salat dhuha di masjid. Salat dhuha dilakukan sendiri-sendiri dan paling sedikit 2 rakaat.
Usai dhuha, Rifki dan santri kibar lainnya belajar bahasa Arab dan dilanjutkan dengan tahfiz, hingga beduk dhuhur berbunyi. Selepas dhuhur adalah waktu istirahat sampai jam 3 sore.
Selain pelajaran bahasa Arab, setiap Senin sampai Kamis, para santri kibar juga memperoleh pelajaran fikih. Sedangkan Jumat dan Sabtu dicatat sebagai hari libur.
Pada hari itu, para santri bebas melakukan kegiatan, hingga memasuki waktu isya.
Selepas isya, ada pelajaran Muhadhoroh, yakni berpidato.
Muhadhoroh selama ini masih dilakukan dalam bahasa Indonesia, namun untuk memperlancar bahasa Arab, setelah dhuha dan isya, para santri diberikan kosakata baru bahasa Arab.
Diam-diam, Rifki yang berasal dari Bogor itu, menyimpan target. Jika sudah hafal 6 juz, dia akan terbang ke Kairo.
“Saya ingin sekolah di Al-Azhar, Kairo. Di sana SMP-nya ada kan?,†kata Rifki dengan mata balik bertanya.
Sebelum keraguan Rifki terjawab, azan dhuhur memanggil. Dia pun beringsut dan segera mengambil air wudhu.(suci)
Â