‘’Jet, jet, emangnya jet pump,’’ seloroh Ustadzah Nurbaiti, disambut tawa sejumlah ibu. Sang Ustadzah tengah menuntun ibu-ibu melafalkan ‘’za’’. Para ibu warga Kampung Pondokmiri, Desa Rawakalong, Gunung Sindur, Bogor, ini umumnya mengucapkan huruf hijaiyah itu sebagai ‘’jet’’.
Walau kadang dicandai gurunya, para ibu itu tidak kapok. Malah tambah semangat. Semula mereka hanya 5-7 orang. Kini sudah belasan jumlahnya. Mereka pun tidak malu lagi tertatih-tatih mengeja huruf Al Qur’an di dekat anak-anak mereka yang tengah mengikuti kegiatan Balistung (baca-tulis-hitung) di Saung Bocah Taqwa binaan Daarul Qur’an.
Semangat ibu-ibu terbangun oleh petuah Ustadzah Nurbaiti Rohmah, bahwa membaca Kitab Suci Al Qur’an adalah ibadah bernilai pahala, meskipun masih tergagap.
Mengutip Muhammad Ali Al Hasan dalam kitabnya Al Manar fi Ulum Al Qur`an, Ustadzah menjelaskan bahwa Al Qur`an huwa kalamullah al-mu’jiz al-munazzal ‘ala al-nabiyyi al-manqul tawaturan wa al-muta’abbadu bihi tilawah. Qur`an adalah kalamullah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang dinukil secara tawatur dan membacanya tergolong ibadah.
Orang yang tergagap kesusahan membaca Qur’an, kata Nabi Muhammad SAW, akan mendapat dua pahala (HR Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra).
Karena itulah, Rasulullah dalam wasiat pungkasannya menetapkan Qur’an bersama Sunnah sebagai warisan terpenting bagi ummat Islam. Dengan berpegang teguh kepada keduanya, insya Allah, kaum muslimin akan selamat dunia-akhirat.
Nabi Muhammad SAW adalah uswatun hasanah, yang diutus ke dunia untuk menyempurnakan akhlak manusia. Saat ditanya bagaimana akhlak Rasul, Siti Aisyah ra menjawab, ‘’Akhlak Rasulullah adalah Al Qur’an” (HR Muslim dan Abu Dawud).
Untuk dapat hidup Qurani seperti Rasul, tentu saja ummat Islam mesti mengakrabi Al Qur’an. Hal ini dimulai dengan tidak membiarkan koleksi Kitab Al Qur’an menjadi sekadar penghias rak, almari, dashboard mobil, atau meja kantor. Al Qur’an mesti dibaca, sambil terus dipahami maknanya.
Nabi Muhammad SAW berpesan, “Sungguh, Allah mempunyai keluarga di antara manusia.’’ Siapakah mereka ya Rasulallah, tanya para sahabat. Rasul menjawab, “Para ahli Al Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya” (HR. Ahmad).
Selain membaca dan menghafal, kaum muslimin juga mesti memiliki sejumlah komitmen Qur’ani lainnya.
Pertama, beriman kepada apa saja yang terkandung dalam Al Qur`an, baik yang menyangkut perkara-perkara aqaid seperti iman kepada surga, neraka, Hari Kiamat, maupun ahkam (hukum-hukum syariat), seperti kewajiban sholat, keharaman riba, kewajiban hukum potong tangan. Seluruhnya wajib diimani. tanpa kecuali. Karena seluruhnya telah tercantum dalam Al Qur`an yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Apabila seseorang tidak beriman pada satu atau dua ayat Al Qur`an misalnya, kafirlah dia. Rasul berkata,
“Barangsiapa ingkar (kufur) terhadap satu ayat saja dari Al Qur`an, maka sungguh sungguh dia telah kafir.” (HR. Ath Thabrani)
Kedua, menerima secara mutlak segala syariat, hukum dan ketentuan-ketentuan Allah yang tersebut dalam Al-Qur’an dengan cara mengamalkan dalam kehidupan individu, keluarga serta dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Inilah sikap seorang muslim sejati, sebagaimana firman Allah SWT:
“Maka demi Rabbmu, mereka itu (pada hakekatnya) tidak beriman sebelum mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa di dalam hati mereka suatu keberatan terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima (pasrah) dengan sepenuhnya” (QS. An Nisaa`: 65).
Ketiga, jikalau syariah, hukum dan nilai-nilai yang terkandung dalam Al Qur’an belum terujud secara nyata, maka seorang muslim yang mengimani Al Qur’an sebagai petunjuk dan pembeda antara yang haq dan yang batil akan berjuang keras untuk menegakkan Al Qur’an.
‘’Dilarang iri kecuali pada dua hal: Orang yang dikaruniai kefahaman Qur’an sedang dia membaca dan mengamalkannya siang dan malam, dan orang yang dikaruniai harta sedang di amenginfakkannya siang dan malam’’ (HR Bukhari-Muslim dari Ibnu Umar ra).
Oleh: Tarmizi Ashidiq