Memandang “Orang Besar”

0
275

“Keren. si A udah make hape keluaran terbaru yang harganya belasan juta. gw juga pengen beli ah” ujar seorang Bedul di sore yang gerimis kepada Bogel.

Si A yang dimaksud Bedul adalah seorang tokoh yang banyak disuka orang. Ucapannya selalu diaminkan dan menjadi contoh ikutan. Tidak hanya itu gaya dan penampilannya juga sering menjadi motivasi banyak orang untuk mengikutinya.

“Emang sanggup?” tanya Bogel sekenanya sambil memperhatikan air gerimis yang turun. Berharap berhenti dan ia bisa segera pulang.

“Yah, kalo dia aja bisa mengapa saya nggak? pokoknya gw harus punya” Jawabnya penuh semangat.

Cara kita memandang orang besar memang berbeda-beda tapi kebanyakan kita melihat tokoh atau panutan pada saat ia sudah berada dalam tahap sukses. Mengikuti apa yang dilakukan panutan kita memang tidak salah bahkan sah selama itu halal dan baik meraihnya. Namun kadang kala kita tidak mengukur diri. Bagi tokoh panutan kita gadget belasan juta mungkin kecil tapi bagi saya dan kawan yang gaji lebih sedikit dari UMP mungkin itu sesuatu yang besar.

Ini adalah problem saat kita memandang orang besar. Kebanyakan kita melihat saat ia sudah berada pada puncak kesuksesan. Meski sudah berulang kali tokoh panutan kita yang sukses itu mengatakan ia meraih suksesdengan proses yang tidak mudah dan ujug-ujug.

Setidaknya ada beberapa tahapan seseorang menjadi sukses yakni; Motivasi, Disiplin yang istiqomah dan sukses itu sendiri.

sayangnya kebanyakan kita hanya melihat dan meniru pada tahap motivasi dan fase suksesnya. Kita melupakan tahap kedua dan yang lebih penting disiplin yang istiqomah menuju tahap sukses.

Motivasi kita sering melahapnya bahkan kita hafal dan dengan besar-besar sering kita tulis quote-quote motivasi tersebut dalam status media sosial agar mengundang komentar dan like yang banyak. Tapi banyak dari kita setelah melahap sejumlah kalimat motivasi dan menghafalnya berhenti sambil membayangkan apa yang akan kita lakukan saat sukses nanti.

“Lihat orang besar itu jangan pada saat suksesnya. Tapi bagaimana saat ia jatuh bangun meraih kesuksesan tersebut. Jika kita memandangnya saat sudah sukses maka kita hanya akan bermimpi. Padahal mimpi yang baik itu adalah yang dilaksanakan” ujar Habib Ali Zaenal Abidin Alkaff, pimpinan Cinta Rosul Malaysia, saat memberikan tausiyah dalam peringatan maulid nabi Muhammad saw di Pondok Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an.

Baginya jika kita melihat orang besar ketika saat ditengah kesuksesan kepala kita akan pening dengan apa yang mereka punya. Namun jika kita melihat bagaimana orang besar itu membangun kesuksesan dirinya maka tidak akan membuat kita minder. Sebaliknya kita bakal terpacu untuk melakukan hal serupa.

Sebagaimana yang dicontohkan oleh sahabat Rasulullah saw, saat ayat-ayat tentang nasib orang beriman akan hidup bahagia di surga maka mereka berusaha meraih itu dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Ada yang gemar shalat malam, shalat berjamaah tanpa terlepas dan rajin bersedekah kepada sesama. Hasilnya? merekalah generasi terbaik islam yang pernah ada.

So, mari yakinkan diri untuk menjalani proses ini dengan penuh disiplin dan istiqomah. Perlahan saja, tidak usah terburu-buru dan nikmati setiap berkah yang ada agar, sekali lagi, kita bisa mewujudkan mimpi bukan selamanya menjadi pemimpi.