Mendialogkan Harlah Pancasila Di Bulan Ramadan

0
285

Oleh: Asep Abdurrahman

Asatidz SMP Daarul Qur’an Internasional Ketapang Tangerang

 

Ditanggal 1 Juni 2017 bangsa Indonesia merayakan hari lahirnya pancasila dan ditanggal tersebut ummat Islam Indonesia, dan dunia, melaksanakan ibadah puasa ramadan sudah satu pekan pertama. Momen jatuhnya hari lahir pancasila dibulan ramadan, mengisyaratkan bahwa elemen masyarakat Indonesia seyogyanya melihat realitas sejarah sebagai pembelajaran keabsahan data-data .

Oleh karena itu, spirit puasa Ramadaan adalah membangun keharmonisan instrumen sejarah yang betul-betul bisa menjawab kebutuhan sejarah. Disaat data-data sejarah bernilai subjektifitas, maka dengan bermodalkan puasa, keabsahan sejarah diharapkan menjadi data yang bisa diterima oleh segenap kepentingan di negeri tercinta ini.

Untuk menjembatani keharmonisan data sejarah, para ahli perlu mewadahi diri  dalam simposium sejarah agar eksistensi kejadian masa silam bisa bermakna abadi untuk anak cucu generasi bangsa ini.

Karena sejarah adalah dokumen bangsa, agar darinya kita bisa belajar untuk bekal berbangsa dan bernegara yang berkeadilan dalam  upaya menanamkan rasa cinta tanah air yang berujung terwujudnya keamanan, kedamaian, dan ketertiban menuju masyarakat madani.

Interpretasi Harlah Pancasila di Bulan Ramadan

Hari lahirnya Pancasila, bagi Rakyat Indonesia adalah momen penting menengok proses lahir Negara Indonesia. Sebagai bangsa yang merdeka dari segala penjajahan yang selama 3,5 abad telah menderita akibat ekploitasi jiwa raga dan kekayaan alam bumi pertiwi ini.

Penjajahan yang begitu kuat membekas dalam benak rakyat Indonesia, telah menimbulkan berbagai masalah bagi kalangan pribumi. Misalnya: masalah kekurangan pangan yang berakibat kelaparan, hasil pertanian hanya untuk kepentingan penjajah, praktik bagi hasil yang tidak adil, kerja paksa yang merenggut jiwa dan lain sebagainya.

Maka, momen puasa Ramadan menjadi penting kita refleksikan sebagai sebuah sarana pendidikan untuk mengikis bentuk-bentuk penjajahan dengan mengatakan bahwa kita sedang puasa.

Puasa tidak hanya berwujud fisik menahan lapar dan haus tetapi lebih jauh dari itu, puasa sejatinya menjadi nilai-nilai karakter sosial yang berwujud pada rasa kehati-hatian, keadilan, kesederajatan, kebersamaan social, keteraturan social, dan lain sebagainya.

Realitas hal di atas, kiranya elemen bangsa Indonesia memahami bahwa hari lahirnya pancasila di tahun ini, yang berbarengan dengan puasa di satu pekan pertama menjadi lampu kuning agar di dalam memutuskan suatu hal yang berhubungan dengan nasib bangsa lebih egaliter dan memenuhi kaidah kepentingan hajat orang banyak.

Memahami Indonesia dari kekinian, memang bukanlah hal yang mudah. Butuh kekuatan ekstra untuk menterjemahkan apa yang ada dihadapan kita. Terlebih produk sejarah selalu menyisakan masalah yang berbenturan dengan kepentingan masyarakat luas.

Untuk menaklukkannya, salah satu caranya adalah dengan menggunakan puasa sebagai senjata andalan dalam upaya membedah penyakit kronis. Karena puasa mampu menyembuhkan penyakit sosial berupa: tanggung jawab yang lalai, menanamkan rasa empati sosial untuk berbangsa dan bernegara.

Maka sebagaimana Abuddin Nata (2012) mengatakan bahwa untuk memanifestasikan ayat suci tidak perlu didengungkan teksnya namun dengungkanlah intisarinya. Dengan spirit inti puasa diharapkan  mampu mengobati penyakit sosial yang berbagai macam jenisnya itu.

Ramadan Mewarnai Harlah Pancasila

Ramadan telah hadir kembali dengan segudang keistimewaanya. Ramadan telah membuka pintu-pintu kebajikan mubah menjadi bernilai ibadah. Ditengah-ditengah keistimewaan bulan Ramadan, terselip juga tahun kali pertama tanggal 1 Juni dijadikan lahir Pancasila oleh Presiden Ir. Joko Widodo.

Mengingat pentingnya sebagai dasar bagi Negara yang baru berdiri, maka tokoh-tokoh bangsa berikhtiar untuk menemukan dasar Negara yang menurut sejarah, bahwa Pancasila adalah jawaban dari ikhtiar pada waktu itu.

Penggalian dasar Negara dalam sejarah kita mengetahui bahwa Bung Karno dan tokoh bangsa pada waktu itu mendialogkan dasar Negara dengan Nama “Pancasila”. Dimana “Panca” berasal dari Bung Karno dan kata “Sila” berasal dari Moh. Yamin sebagai ahli bahasa sebagaimana yang dijelaskan Dalam buku “Sejarah Lahirnya Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila.

Walaupun dalam sejarah banyak versi mengenai hari lahirnya pancasila. Ada yang menyebut tanggal 22 Juni.  Alasannya, pada 22 Juni 1945, untuk pertama kalinya dikeluarkan rumusan Pancasila secara resmi yang disepakati semua faksi dalam Badan Penyelidik Usaha , Persiapan Kemerdekaan (BPUPK).

Tetapi ada juga yang menyebutkan, bahwa kelahiran Pancasila justru  pada tanggal 18 Agustus. Karena, pada tanggal tersebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menyepakati rumusan Pancasila. Sedangkan yang meyakini hari lahir Pancasila jatuh pada tanggal 1 Juni, alasannya, pada tanggal tersebut adalah untuk pertama kalinya istilah   disebutkan oleh Soekarno dalam Sidang BPUPK (Adian Husaini, 2011).

Namun, ditengah-tengah data sejarah perlu mendapatkan sorotan tajam, maka Ramadan bulan yang penuh ampunan mampu mendudukkan masalah tersebut ke masalah substansinya yaitu dengan puasa ummat mampu bersatu seperti bersatunya pasukan perang badar pada tanggal 17 Ramadhan yang dimenangkan oleh ummat Islam.

Hadirnya harlah Pancasila di bulan Ramadan, membawa makna tersendiri untuk semangat berbangsa dan bernegara di kalangan masyarakat Indonesia. Karena dengan berkahnya bulan Ramadan, masyarakat pada umumya tidak mempersoalkan perdebatan sejarah harlah Pancasila.

Namun lebih kepada bagaimana dengan hari lahirnya Pancasila, masyarakat dapat berpuasa dengan aman dan nyaman tanpa ada gangguan yang membuat suasana menjadi tegang. Dan yang  tak kalah pentingnya adalah dengan puasa hari lahir pancasila, masyarakat melebur menjadi ummat yang tidak mempersoalkan Pancasila sebagai dasar Negara yang sudah final.

Maka dengan demikian, puasa Ramadan menjiwai hari lahirnya pancasila sebagai perintah sang khaliq bahwa keanekaragaman suku, agama, ras adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari keberadaanya.