Safari Ilmu di Kota Seribu Wali

0
60

Perjalanan dimulai tanggal 10 Juni 2022. Saya mendampingu gurunda KH Yusuf Mansur bertolak ke Yaman. Tujuan utamanya ke sebuah kota yang dikenal sebagai negeri seribu wali, Tarim.

Setiba di Yaman, kami meluncur ke salah satu ma’had populer pencetak ribuan ulama di Tarim, yakni Darul Musthofa. Seorang ulama kenamaan sekaligus habaib pendiri Darul Musthofa meyambut dengan ramah. Beliau adalah Al Habib Umar bin Hafizh. Sowan, minta do’a dan belajar. Kami mencium kedua sisi telapak tangan beliau. Selanjutnya lantunan doa mengalir dari bibir Habib Umar.

“(Ibrahim berdoa), “Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku ilmu dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang salih, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan”

Nabi lbrahim berdo’a:

Robbi imnahni al’ilma walfahma, waalhigni bishsholihin, wajma’ baini wabainahum filjannah

“Ya Tuhanku, anugerahkan kepadaku ilmu dan pemahaman, masukkan aku ke dalam golongan orang-orang shalih dan kumpulkan aku dan mereka di dalam surga”

Kehadiran kami ke Tarim, ke negeri yang penuh berkah, negeri para Awliya, mata airnya ulama dan sholihin, negerinya orang yang taat, baik, berakhlak dan berilmu, negerinya para ahli iman dan hikmah. Kami mencintai kalian karena Allah, sebagaimana ada ulama yang mengatakan:

أحب الصالحين ولست منهم

Uhibbushsholihina wa lastu minhum

“Aku mencintai orang-orang yang shaleh meskipun aku belum menjadi bagian dari mereka.”

Tarim, sebuah tempat yang saya impikan sejak kecil untuk belajar agama dan akhlak. Kami muslimin Indonesia sangat sedih dengan meninggalnya lebih dari 600 ulama kami selama masa pandemi, namun kesedihan itu terobati dengan melihat banyak kader-kader umat mondok dan kuliah di sini.

Kami datang ke sini untuk berziarah kepada para waliyullah yang masih hidup semua. Kami kunjungi makam dan petilasan mereka yang hidup di alam barzakh. Sebab mereka sejatinya masih hidup tapi berbeda dimensi dengan kita. Kita tidak mengetahuinya. Mereka tetap diberi rezeki oleh Allah. Mereka bebas melakukan sesuatu atas izin Allah.

Sementara para ulama dan Awliya yang masih hidup di alam dunia, kami kunjungi di rumah, pondok dan kampus-kampus mereka.

Begitu banyak nilai sejarah tertanam di tanah mulia ini. Kami berziarah ke Masjid, Rumah, Ma’bad dan Makam Shohiburrotib Al Haddad, Ratib yang sedari kecil kami di kampung sering melazimkan membacanya antara magrib dan isya di malam jum’at, alhamdulillah.

Habib Abdullah Al-Haddad memiliki nama lengkap Al-Iman Al-‘Allamah As-Sayyid Abdullah bin ‘Alwi AI-Haddad AI-‘Alawi Al-Husaini. Beliau lahir pada malam Senin, 5 Shafar 1044 H di Hadramaut, Yaman Selatan.

Di antara semua susunan dzikirnya, Ratib Al-Haddad lah yang paling terkenal di kalangan umat Islam. Bacaan ini disusun dengan tujuan untuk memohon perlindungan Allah SWT.

Mengutip buku Ratib Al-Haddad oleh Qudwah Press, bacaan Ratib Al-Haddad disusun pada malam Lailatul Qadar 27 Ramadhan 1071 H. Ratib ini disusun atas permintaan murid dari Habib Abdullah Al-Haddad yang bernama ‘Amir.

‘Amir meminta Habib Abdullah Al-Haddad untuk membuat bacaan wirid dan dzikir sebagai amalan penduduk kampungnya agar selamat dari ajaran sesat yang sedang melanda Hadramaut saat itu. Kini, Ratib Al-Haddad biasa dibaca oleh umat Islam agar ditetapkan Iman lslam oleh Allah SWT, istiqomah dalam, ibadah, taat dan kebaikan, memohon perlindungan Allah SWT dari segala marabahaya, hasad, ‘ain, dengki dan segala bentuk kezhaliman, keburukan dan kejahatan.

Sebagai seorang murid yang takzimnya mengunjungi guru, kami merasa tersanjung malah diberikan kesempatan untuk sambutan sebelum Kajian Tafsir oleh Al Habib Umar yang dihadiri dua ribu jama’ah lebih. Ini kajian rutin yang dihadiri segenap santri dan keluarga besar Darul Musthofa, tokoh, ulama dan masyarakat Tarim serta disiarkan langsung di channel قنات الإرث النبوي.

Ini sebuah kehormatan yang luar biasa. Kami dua kali dikasih kesempatan, di acara ini, saya yang diberikan kesempatan. Sebelumnya, di acara maulid Rasulullah SAW, gurunda KH Yusuf Mansur. Allahu Akbar.

Dalam sebuah halaqoh bersama Al Habib Umar bin Hafizh beserta keturunannya, kami ikut belajar maqomat dalam pembacaan manzhumah/syair madah awlia langsung dari ahli Tarim. Habib Salim Bin Habib Umar Bin Hafizh sebagai salah seorang keturunan Habib Umar menangis saking menghayati syair ini. Beliau cerdas banget Masya Allah. Cerdas spiritual, cerdas ritual dan cerdas sosial. Berhari-hari kami bersama, sudah kayak saudara lama. Alhamdulillah.

Kami merasa terpukau dengan para habaib, ulama dan masyarakat Tarim, Hadramaut yang menjaga nilai-nilai syariah, tradisi keilmuan, akhlak dan situs sejarah.

Misi kami di Hadramaut, Tarim, adalah memperkenalkan Daarul Qur’an dari sejak berdiri hingga terus berkembang dan bergerak sebagai lembaga yang konsen untuk pembibitan para penghafal Al-Qur’an.

Dari mulai TK-Pesantren, Perguruan Tinggi, Rumah Tahfizh, Kampung Qur’an, Qur’an Call. Dan alhamdulillah telah berdiri 2 markaz: Markaz Ijazah Sanad Al-Qur’an yang dibimbing Prof. Dr. Zaid Ali Al Ghaily dari Yaman dan Markaz Kaligrafi yang dibimbing oleh Syeikh Belaid Ghamidi dari Maroko.

Berdiri juga lembaga PPPA dan pusat-pusat kegiatan usaha yang menopang kegiatan utama yaitu khidmat terhadap Al-Qur’an. Sebab kami ingin menjadi bagian orang yang dipilih Allah untuk menjaga kalam-Nya.

Diucapkan ribuan terimakasih kepada Gurunda yang Mulia, penyejuk raga dan sukma kami, Ayahanda mulia Al Habib Umar Bin Hafizh dan keluarga yang telah menerima kami dengan sangat baik. Yang utama beliau mendoakan kami dan memberikan ijazah dalam banyak hal seperti ijazah 2 ratib yang sejak kecil kami baca, yakni Ratib Imam Al-Athos dan Ratib Imam Al-Haddad.

Juga keseluruhan wirid yang termaktub dalam kitab al Khulashoh, juga kitab Minhatul ilah, ijazah dakwah yang tersambung hingga baginda Rasul SAW. Juga cara menggunakan Imamah, sorban, dll. Semoga kami istiqomah dan selalu dibimbing dan diridhai Allah SWT. Aamiin allahumma aamiin.

Juga untuk semua masyarakat Tarim. Kalian yang lahir di Tarim, hafal Al Qur’an Al-Karim, dan berkahlak dengan akhlak orang tua kalian yang mulia. Kami banyak mengambil ilmu dan manfaat dari kalian. Kecuali dua hal: 1. Cara memakai sarung, sebab di Indonesia juga pakai dan sarung di sini banyak produk dari Indonesia, 2. Makan sambal dan makanan asli Indonesia lainnya seperti: gado-gado, sate, rujak dll.

He.. he.. he..

Allahumma sholli ‘alaa sayyidina Muhammad…

Oleh: KH Ahmad Jamil, MA., Pimpinan Daarul Qur’an Direktorat Pendidikan.