Santri Harus Bisa Ngurus Jenazah

0
21

Selain menjadi penghafal Al-Qur’an, santri Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an juga dipersiapkan terjun dalam lingkungan masyarakat untuk mengajarkan ilmu di berbagai bidang. Salah satunya tentang pengurusan jenazah. Bersama Ustadz Madari, santri kelas 12 IPS belajar memandikan hingga meguburkan jenazah di Gedung Al-Fath, Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Ketapang, Senin (9/3). Kegiatan ini bagian dari proses belajar mengajar sebelum mereka mengikuti ujian. Ustadz Madari berujar bahwa ini merupakan ilmu yang mahal. “1 kelurahan itu 1 orang, kalau di daerah kampung 1 kecamatan 1 orang. Ilmu ini sangat langka”, kisahnya.

Ustadz Hafiz Sugara membuka praktik ini. Ia juga menerangkan beberapa fakta menarik dari sang narasumber. “Ustadz Madari sebagai pratiksi langsung di masyarakat. Dari tahun 97. Sudah 23 tahun megang mayat. Hampir 400 mayat”, ungkapnya.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan para santri kala mengurus jenazah. Ilmu dan mental adalah 2 kunci untuk melakukan salah satu fardhu kifayah ini. “Mental itu penting. Saya udah pernah ngurusin dari berbagai jenis jenazah. Yang kepalanya bisa dibentuk, tulangnya remuk”, tuturnya berbagi kisah. “Ilmu juga penting. Kalau ustadz belum tentu amil (pengurusan jenazah), kalau amil sudah pasti ustadz”, lanjutnya.

Pada pelaksanaannya, mengurus jenazah membutuhkan beberapa perlengkapan, di antaranya kain, kapas, kembang 7 rupa, air mawar, kamper, bidara, sabun mandi batang, minyak duyung (nyong-nyong), jarum dan jahit, serta baskom sebanyak 3 buah. Peralatan itu mempunyai kegunaan masing-masing.

Mengurus jenazah terdiri dari 5 tahapan. Yang pertama adalah persiapan. Ini merupakan langkah yang paling lama. Setelah itu jenazah dibersihkan dan dimandikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan. Saat dikafani, wajah jenazah perempuan dirias dengan bedak dan celak mata sementara jenazah laki-laki tidak perlu. Selanjutnya jenazah disholati lalu dikebumikan.

Ustadz Madari berpesan bahwa menjadi seorang amil pengurusan jenazah harus didasari ilmu yang mumpuni. “Jadi amil harus cerdas, ga boleh banyak omong, terutama kalau ada kekurangan karena mungkin timbul fitnah”, terangnya. Selain itu, keseriusan dalam belajar juga diperlukan. “Fiqih itu harus faham, jelas. Makanya ngaji, ngaji, ngaji, ngaji”, tegasnya.