UNGARAN—Pagelaran Seni dan Kreativitas Santri Pondok Pesantran Tahfizh Daarul Qur’an Semarang bertajuk Daqufest angkatan 3 tahun 2018 akhirnya digelar pada 17 Februari 2018. Acara yang diselenggarakan pada Sabtu malam ini juga dihadiri langsung oleh Ustadz Tarmizi As-Shiddiq, Ketua Daarul Quran Pusat.
Daqu Fest adalah acara pagelaran seni dan kreativitas santri tahunan yang diselenggarakan setahun sekali baik di pesantren pusat maupun cabang. Kebetulan, di Ungaran banyak diikuti oleh santri kelas IX SMP Daarul Quran, meski beberapa pentas seni juga diikuti oleh santri kelas VII dan VIII. Angkatan 3 Santri Daarul Quran Ungaran menamakan dirinya dengan “TSYOPCRIDENS GENERATION”. Kalimat ini adalah singkatan dari Top Seventy of Peacemaker in the day long who eager to nominate the universe culture (tujuh puluh perintis yang selalu ingin mengangkat peradaban dunia).
Hujan yang mengguyur Kota Ungaran, sempat membuat panitia panitia dag dig dug, apakah acara akan diundur atau tetap lanjut. Alhamdulillah atas izin Allah, hujan mulai reda pada sekitar pukul 20.20 WIB.
Ustadz Tarmizi As-Shiddiq. dalam sambutannya menyampaikan, “Dakwah Islam itu tidak melulu harus lewat pidato atau bahkan mengaji al-Quran saja tapi juga bisa lewat seni. Lewat seni dakwah Islam merembes ke banyak lapisan masyarakat. Di Daaqul Quran sendiri, Marching Band sudah sering ikut kontes ke Jepang, China, maka sangat mungkin dari Daarul Quran Ungaran kelak juga akan bisa menampilkan jenis pentas seni yang lain.”
Dalam Daqu Fest tahun 2018 ini, kurang lebih ada 16 penampilan yang disuguhkan kepada audiens yang hadir. Keenambelas penampilan tersebut seperti; Hadroh, MC Tiga Bahasa, Qiroatul Quran, Puppet Show (Daqu School), Deklamasi Puisi, Perkusi, Video Clip ‘Taubat Maksiat’, Band, Drama ‘Penyesalan Si Kakek’, Magic (sulap), Dance, Silat, Acapella, Berita Tawa (Beta), dan Paduan Suara.
Diantara berbagai penampilan tersebut, drama bertajuk Penyesalan Si Kakek lah yang cukup membuat audiens terpesona. Si Kakek yang diperankan oleh M. In’amul Ahsan (9B) saat tuanya menjadi kakek yang miskin lagi merana karena kutukan dari ibunya, karena semasa mudanya si kakek banyak berbuat maksiat seperti minum minuman keras, berani membantah bahkan menyakiti kedua orangtuanya. Bahkan, parahnya, si kakek ini sampai berani menjual seluruh harta yang dimiliki oleh ayah dan ibunya hanya untuk berjudi. Ketika, ayahnya kakek tersebut (Firdho Razzaq) sudah meninggal tinggallah ibunya seorang diri. Bukannya si Kakek tersebut merawat ibunya dengan baik, malah justru menyakitinya bahkan sebelum meninggal ibunya pun mengutuk bahwa kakek (Ahsan) seumur hidupnya tidak akan pernah bisa mencukupi kebutuhannya dan terus selalu mengandalkan belas kasihan orang lain.
Amanat dari drama kisah tersebut adalah bahwa seorang anak sampai kapanpun sudah semestinya tidak boleh membantah, membentak, bahkan menganiaya kedua orangtuanya, sebab orangtua adalah pintu keberkahan sukses seorang anak. Ketika anak tersebut sudah berani menciderai kedua orangtua, maka secara otomatis bukan kesuksesan yang terjadi tapi kutukan buruk akan menimpa dirinya.