Hasil PISA 2018 dan Tantangan Bagi Dunia Pendidikan Indonesia

0
162

Belum lama ini The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) merilis hasil Programme for International Student Assesment (PISA) 2018. PISA merupakan studi internasional dalam bidang pendidikan yang bertujuan mendorong negara-negara saling belajar satu sama lain mengenai sistem pendidikan sehingga mampu membangun kurikulum pendidikan yang baik, inklusif serta efektif.

Indonesia telah berpartisipasi dalam studi PISA sejak tahun 2000. Mekanisme penilaiannya, setiap 3 tahun, murid berusia 15 tahun dari sekolah yang dipilih secara acak akan menjalani tes dalam mata pelajaran utama yakni membaca, matematika dan sains. Seperti tahun sebelumnya, peringkat Indonesia selalu terbawah.

Tahun ini untuk kategori kemampuan membaca, Indonesia meraih skor rata-rata 371 dan menempati posisi 74 dari 79 negara. Sedangkan pada tahun 2015 Indonesia menempati posisi 64. Untuk kategori matematika Indonesia berada pada posisi 73 dari 79 negara dengan skor rata-rata 379, turun dari peringkat 63 pada tahun 2015. Adapun untuk kategori sains, Indonesia berada pada peringkat 71 dengan skor rata-rata 396, turun dari peringkat 62 pada tahun 2015.

Survei tahun 2018 ini menempatkan Cina dan Singapura di posisi dua teratas. Untuk skor membaca Cina dan Singapura meraih skor 555 dan 549. Sedangkan untuk kemampuan matematika 591 dan 569. Adapun untuk sains kedua negara mencatat skor 590 dan 551.

Meski telah ikut sejak tahun 2000, namun kemampuan siswa Indonesia masih di bawah rata-rata dunia. Adapun skor rata-rata dunia pada PISA kali ini adalah 487 untuk literasi, matematika 489 dan sains 498. Pertanyaannya, ada apa dengan sistem pendidikan kita?

Bahan evaluasi

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim menyatakan hasil penilaian PISA ini akan menjadi masukan yang berharga untuk mengevaluasi sekaligus  meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dalam lima tahun ke depan.

“Kita harus berani berubah dan berbenah. Sesuai dengan arahan Presiden untuk menciptakan SDM unggul, kami akan terus menelaah upaya untuk melakukan terobosan-terobosan,” tutur Mendikbud.

Bagi Nadiem hasil PISA tersebut sebagai gambaran tentang pendidikan di Indonesia. “Ini memberikan insight baru, suatu angle baru. Bukan hanya mengukur kita tapi untuk menunjukkan hal-hal yang tidak kita sadari pada diri kita” ujarnya.

Hasil PISA menurut Nadiem juga menggambarkan betapa Indonesia krisis Literasi. Banyak masyarakat yang lebih memilih menonton televisi daripada membaca. ”Ini adalah peran orangtua. Apakah di ruang TV (keluarga) ada buku-buku? Apakah setiap hari bapak/ibu membaca? Ini harus menjadi perhatian,” ucapnya.

Merdeka Belajar

Tidak lama setelah hasil PISA keluar, Nadiem Makarim membuat kebijakan yang disebut Merdeka Belajar. Kebijakan ini meliputi empat program pendidikan yang akan menjadi fokus kepemimpinannya. Ada empat fokus yang akan menjadi kebijakan Nadiem yakni Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional ( UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

Tahun 2020 pelaksanaan USBN hanya akan berlangsung di sekolah. Dimana nanti ujian dalam dilakukan dalam bentuk tertulis atau lainnya yang bersifat komprehensif. Dengan sistem ini diharapkan guru dan sekolah dapat lebih merdeka dalam melakukan penilaian hasil belajar siswa. Adapun dana USBN nantinya dapat dialihkan untuk pengembangan kapasitas guru dan sekolah.

Terkait Ujian Nasional (UN) tahun 2020 akan menjadi yang terakhir dan berganti menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter yang akan memicu kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan karakter. Arah kebijakan ini menurut Nadiem mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA (Program for International Student Assesment) atau Program Penilaian Pelajar Internasional dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) atau Pembelajaran Matematika dan Sains Internasional.

Adapun untuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Kemendikbud akan menyederhanakannya dengan memangkas beberapa komponen. Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen. Nadiem berharap dengan penulisan RPP yang efisien dan efektif guru akan mempunyai lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri.

Adapun terkait zonasi tetap akan diberlakukan dengan kebijakan yang lebih fleksibel. Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah.

Nadiem berharap 4 fokus pendidikan ini akan membuat kualitas pendidikan Indonesia menghasilkan sumber daya manusia yang bisa bersaing. Ia juga mengingatkan program ini akan berhasil jika pemerintah pusat dan daerah dapat bergerak bersama dalam memeratakan akses dan kualitas pendidikan di Indonesia.