Kasus Audrey dan PR Pendidikan Kita

0
288

Kasus bullying atau kekerasan yang di alami Audrey, yang dilakukan beberapa siswi SMA, di Pontianak, Kalimantan Barat menghentak dunia pendidkan. Bagaimana korban yang masih duduk di bangku SMP dianiaya oleh mereka yang seharusnya menjadi kakak akibat postingan di media sosial. Hal ini harus menjadi perhatian khusus dalam dunia pendidikan, sehingga lebih konsen lagi dalam menanamkan karakter kepada siswa utamanya mendahulukan adab dan akhlaq.

Biasanya, pelaku bullying memiliki masalah dalam pribadinya yang tidak terfasilitasi untuk menyelesaikan sehingga melampiaskannya dengan cara yang salah. Bisa jadi ketika mereka melakukan hal yang salah tidak ada yang melarang, mengingatkan bahkan memberikan sanksi yang pada akhirnya mereka selalu melakukan itu tanpa rasa takut atau bersalah.

Kita ketahui, pelaku bullying ini adalah pelajar SMA dimana secara umur mereka seharusnya bisa memahami bahkan mengontrol tindakannya, apakah benar atau salah, merugikan bahkan menyakiti orang lain?

Banyak faktor yang mempengaruhi bahkan membentuk perilaku mereka, seperti faktor lingkungan dengan pergaulan yang tidak baik, pengaruh gadget yang berlebihan serta game yang sekarang banyak beredar tapi tak layak untuk anak-anak, sehingga mereka terbentuk dari lingkungan sekitar baik internal atau eksternal. Yang patut kita ingat anak tidak pernah salah dalam meniru. Maka dari itu, faktor yang paling mendasar adalah pola didik. Jika dilihat dari perilaku mereka, biasanya anak-anak ini kurang kasih sayang/ perhatian, tidak terjalin komunikasi yang baik antara anak dan orang tua, kontroling dirumah tidak teratur atau bahkan tidak ada sama sekali.

Sangat miris sekali ketika kita sebagai orangtua/guru salah dalam mendidik mereka, dan sudah seharusnya sebagai orangtua/guru memahami pola didik anak sejak dini, membuat pondasi yang kokoh dalam pribadi anak, sehingga ketika tumbuh dewasa menjadi pribadi yang berakarakter.

Menanamkan Pendidikan karakter sejak dini sangat penting, seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW, ada 4 tahapan dalam mendidik anak.

Usia anak-anak 0-6 tahun
Dimana anak-anak dimanjakan, dikasihi bahkan menyayangi dengan kasih sayang yang tidak terbatas. Ketika melakukan kesalahan menghindari hukuman pukulan, sehingga anak merasa aman dan dekat dan ketika dewasa orangtua/guru di anggap sebagai teman dan menjadi rujukan yang terbaik.

Usia anak-anak 7-14 tahun
Pada fase ini, anak-anak sudah diberikan tanggung jawab dan disiplin dan ini adalah masa terbaik bagi orangtua / guru untuk membentuk pribadi anak bahkan menananmkan adab dan akhlaq yang baik bagi anak-anak.

Usia anak-anak 15-21 tahun
Fase remaja yang penuh sikap memberontak. Maka dari itu dalam menghadapi anak-anak usia ini orangtua/ guru harus menjadi teman. Luangkan waktu untuk berbincang dan berdiskusi tentang masalah yang mereka hadapi dan jangan menghardik atau memarahi mereka terutama di depan orang banyak. Gunakan pendekatan diplomasi, sehingga tidak ada orang asing yang hadir dalam hidup mereka sebagai tempat rujukan, dan mereka tidak akan terpengaruh dengan hal-hal negative.

Usia 21 tahun ke atas
Fase ini adalah masa untuk memberikan sepenuhnya kepercayaan kepada anak-anak dengan memberikan kebebasan dalam membuat keputusan serta diiringi dengan doa agar setiap tindakan yang mereka ambil adalah benar. Ketika tahap 2 dan 3 di berlakukan akan menjadi benteng diri untuk mereka.

Sebagai orangtua/guru kita harus memaksimalkan peran dengan cara memahami pola didik dan karakter anak serta peduli terhadap permasalahan dan tumbuh kembang anak, tanamkanlah sejak dini adab dan akhlaq yang baik, membentuk pribadi yang kokoh sehingga mereka tidak mudah terpengaruh hal-hal negative atau melakukan perilaku yang buruk.

Oleh karena itu orangtua dan guru harus besinergi dan memiliki visi yang sama dalam mendidik anak. Ini merupakan bom waktu, jika tidak diatasi akar masalahnya, maka akan muncul lagi korban-korban yang lain.

Diharapkan para orangtua/guru lebih konsen lagi dalam hal mendidik atau minimal melakukan tahapan-tahapan di atas untuk menjadikan anak-anak menjadi generasi yang tangguh dan berkarakter sehingga tidak ada lagi pelaku-pelaku bullying / kekerasan yang dilakukan anak-anak di Indonesia bahkan di dunia.

Dalam kasus ini Audrey dan pelaku adalah korban, Audrey adalah korban kekerasan, sedangkan pelaku adalah korban kegagalan orangtua, sekolah dan lingkungan yang mendidik mereka.

 

Ditulis oleh: Siti Kholillah, S.Th.I, Pengajar SD Daarul Qur’an, Ketapang, Tangerang