Meski Indonesia dikenal sebagai negara agraris profesi petani sangat dihindari kebanyakan masyarakat Indonesia apalagi kaum mudanya. Tidak jelasnya masa depan menjadi alasan utama. Mereka yang terlahir dari keluarga petani lebih memilih bekerja di kantor atau menjaga toko. Jikapun ada hanya sedikit.
Diantara sedikit pemuda yang ingin bergelut dengan dunia pertanian adalah Muhammad Ghulaman Zakiya. Pemuda kelahiran Serang, 13 Januari 1994, itu kini dipercaya mengawasi lahan pertanian Daqu Agrotechno, lembaga otonom Daarul Qur’an yang mengelola aktivitas pertanian, yang berlokasi di Cianjur, Jawa Barat.
Bagi pemuda yang akrab dipanggil Zaki tersebut, dunia pertanian memiliki keunikan tersendiri. Selain bisa dekat dengan alam ada banyak hal yang bisa didapat dari dunia tani.
“Kita bisa lebih dekat dengan Allah swt, karena apa yang ada dalam dunia pertanian benar-benar langsung berhubungan dengan alam” ujarnya.
Zaki menilai kenapa dunia pertanian ditinggalkan generasi muda karena kurangnya informasi akan menariknya dunia pertanian. Terlebih jika prosesnya dikembangkan dengan mengikuti perkembangan teknologi maka akan banyak sesuatu yang seru timbul.
“Jika dunia ini ditinggalkan oleh generasi muda, maka dunia pertanian akan begitu-begitu saja. Padahal di berbagai negara banyak pemuda yang memutuskan menjadi petani” ujarnya.
Berawal Dari Bulak Santri
Bagi Zaki, Daarul Qur’an tidak asing lagi. Ia tercatat sebagai angkatan kedua di pesantren yang didirikan oleh KH Yusuf Mansur tersebut. Ia pun merasa bersyukur bisa masuk ke lembaga pendidikan yang fokus dalam pembibitan penghafal Alquran tersebut dengan mendapat beasiswa.
Zaki masuk Daarul Qur’an pada tahun 2006 untuk tingkat SMP. Awalnya ia kerap mengikuti tausiyah Yusuf Mansur yang ketika itu sering menghiasi layar kaca. Suatu ketika saat sedang membaca harian Republika ia membaca info peluang masuk pesantren Daarul Qur’an.
“Saya yang ketika itu telah muncul hasrat menjadi penghafal Alquran lansung mendaftar untuk mengikuti seleksi”
Alhamdulillah, dengan izin Allah, Zaki diterima sebagai bagian 32 santri yang lolos seleksi. Padahal ada ratusan yang mendaftar ketika itu. Saat itu pesantren Daqu masih berlokasi di Kecamatan Karang Tengah, Ciledug, Tangerang, Banten. Gedungnya pun jauh dari lokal pesantren Daqu saat ini. Bangunan sekolah juga seadanya, terdiri dari dua ruangan kelas dan satu kantor. Itupun berupa tembok setengah badan, sisanya jendela kawat. Tapi kami menikmati proses tersebut.
“Tapi di Bulak itu kita belajar akan kemandirian dan semangat pantang menyerah” ujarnya.
Pada tahun 2012 Zaki menamatkan pendidikan SMU di Daqu. Ia pun langsung mengabdi di pesantren Daarul Qur’an Al Jannah, Cariu, Bogor, selama satu tahun. Tahun 2013 ia mencoba unuk mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Malang melalui jalur undangan (jalur nilai ijazah).
“Alhamdulillah dengan izin Allah saya diterima di Jurusan Agribisnis, UMM. Karena saya masuk melalui jalur undangan, maka saya dibebaskan dari biaya SPP selama satu semester” ujarnya.
Di semester kedua, karena belum ada pendaftaran beasiswa, Zaki mencoba berjualan es krim sayur untuk melatih mental berwirausaha dan juga menambah uang jajan. Cukup merepotkan memang kuliah sambil produksi es krim. Akhirnya pada semester tiga ia memutuskan untuk tidak berjualan es krim lagi.
“Tapi bukan berarti saya berhenti berwirausaha. Waktu itu saya mencoba untuk berjualan produk olahan jamur seperti tahu, bakso jamur, risoles jamur dan lainnya” ujarnya.
Awalnya ia mencba untuk produksi olahan jamur itu sendiri. Tapi karena waktu sisa hanya sedikit, mengingat kuliahnya yang semakin padat, Zaki memutuskan untuk menjadi reseller produk tersebut (olahan jamur).
“Semester empat saya mencoba untuk seleksi beasiswa Djarum, tapi belum diterima. Saya tetap berjualan produk olahan jamur di luar kesibukan saya kuliah dan berorganisasi. Alhamdulillah di semester enam saya mengikuti seleksi beasiswa Toyota Astra dan qodarullah saya diterima. Meskipun sudah mendapatkan beasiswa, saya tetap berjualan olahan jamur” kenangnya.
Saat di semester akhir timbul hasrat untuk bergabung di perusahaan yang bergerak dalam bidang pertanian seusau lulus nanti. Saat itu ia belum tahu ada Daqu Agrotechno. Hingga akhirnya pada bulan September 2017, ia bersilaturahim dengan ustadz Daarul Qutni dan Ustadz Murdiyanto yang pada waktu itu keduanya sedang berada di Malang.
“Dari obrolan bersama mereka saya baru mengetahui bahwa Daarul Qur’an mempunyai unit usaha yg juga bergerak di bidang pertanian. Saya mencoba mencari tahu dari website dan Instagram Daqu Agrotechno. Melihat visi dan misi Daqu Agrotechno, saya tertarik untuk bergabung karena ada kesamaan visi dan nilai untuk mengamalkan ilmu yang saya dapatkan selama berkuliah sambil mempelajari dunia profesional secara riil”
Dengan izin Allah, Januari 2018 Zaki mulai bergabung bersama Daqu Agrotechno. Ia berharap langkahnya ini bisa menjadi ikhtiar bersama untuk menebar manfaat di dunia pertanian khususnya dengan mengkolaborasikan dengan Daqu value.
“Saya juga merasa bisa bergabung dengan Daqu Agrotechno berkat doa para petani yg menjadi responden penelitian skripsi saya. Karena dalam setiap silaturrahim saya ke petani, selalu ada doa dan harapan yang dititipkan dan terpanjatkan, baik untuk para petani dan juga kembali pada diri sendiri. Ini merupakan pengamakan dari salah satu Daqu Value, “Berdoa, mendoakan, minta didoakan” ujarnya mantap menutup pembicaraan.