Minggu, 23 Januari 2022, Ikatan Alumni Daarul Quran (IKADAQU) yang baru saja meresmikan struktur kepengurusannya langsung membuat gebrakan. IKADAQU mengadakan Daqu Memanggil, di mana dalam acara tersebut mengundang seluruh alumni santri dan santriwati Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an.
Selain ajang silaturrahmi, acara tersebut juga menggelar seminar dengan tajuk “Mengenal Quarter Life Crisis dalam Perspektif Islam”. Pembicara yang dihadirkan Bukan Kaleng-Kaleng. Ada penulis Indonesia ternama yang malang melintang di Eropa hingga menerbitkan banyak buku Best Seller, Ahmad Fuadi. Serta seorang psikolog klinis yang kerap membagikan tips-tips di media sosial terutama bagi anak muda untuk menjalani hidup, Bianglala Andradewi.
Tak ketinggalan, Kak Wirda Mansur juga memeriahkan acara tersebut. Ia bahkan diminta untuk memberikan sambutannya oleh sang ayah, KH Yusuf Mansur.
“Feels like Home cause it’s our home,” ucap Wirda di sore itu.
Selain Kak Wirda dan ayahanda Yusuf Mansur, juga hadir para pimpinan Daarul Qur’an, di anataranya gurunda KH Ahmad Jamil selaku Pimpina Daarul Qur’an Direktorat Pendidikan, serta Ustadz Anwar Sani selaku pImpinan Daarul Qur’an Direktorat Zakat dan Wakaf.
Acara dimulai dengan sambutan oleh KH Ahmad Jamil dan Ayahanda Yusuf Mansur (yang kemudian meminta Kak Wirda memberikan sambutan juga). Selanjutnya, Aulia Raudah, sebagai moderator seminar, mengundang Ahmad Fuadi dan Bianglala Andradewi naik ke atas panggung.
“Man jadda wa Jada. Saya yang alumni pesantren harus bekerja lebih keras dari pada yang gak pesantren,” ucap Ahmad Fuadi, sang penulis triologi Negeri 5 Menara membuka pesannya tentang menghadapi Quarter Life Crisis dalam perspektif islam tersebut.
“Untuk menghadapi Quarter Life Crisis ini, kita bisa menulis perasaan di buku kita. Terserah mau journaling ataupun diary. Dan di bagian akhirnya kita selipin ‘apa selanjutnya? setelahnya?’ dan setelah nulis coba bikin permainan ‘5 tahun kedepan,” Ucap Ahmad Fuadi sebagai penutup.
Quarter life crisis atau krisis seperempat abad adalah periode saat seseorang berusia 18–30 tahun merasa tidak memiliki arah, khawatir, bingung, dan galau akan ketidakpastian kehidupannya di masa depan. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Bianglala Andradewi.
Ia juga bercerita pengalamannya sebagai seorang psikolog klinis dan memberikan tanggapananya terhadap handphone yang di satu sisi bermanfaat dan kadang-kadang membuat makin kita tidak nyaman dan meragukan diri sendiri.
Penulis: Farid Adnan (Daqupost)