Virtual Gratitude of Junior High School Daarul Qur’an jadi penutup rangkaian wisuda daring Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an. Meski konsepnya sillaturrahmi, momen ini sekaligus jadi salam perpisahan para santri. Gedung Dhuha lantai 6 kembali jadi saksi gelaran yang juga menghadirkan para pimpinan Daqu ini, Rabu (1/7/2020).
Para wisudawan berasal dari Pesantren Daqu Tangerang, Cikarang, Semarang dan Lampung. Tak hanya di Tangerang yang menggelar tempat untuk para pimpinan dan guru menyaksikan anak-anaknya, Pesantren Daqu Lampung juga hadir dengan panggung megahnya.
Tentunya, wisuda ini bukan akhir perjalanan menuntut ilmu para santri. Selain itu, title hafizh yang diperoleh beberapa santri sekaligus identitas Daarul Qur’an diharapkan mampu mereka pertahankan. “Bisa saja kalian jadi pegawai negeri, diplomat, tentara, tetaplah berusaha dan menjaga bahwa hafizh dan hafizhah adalah identitas kita semua. Insya Allah dengan begitu Allah meridhoi kita semua. Jadilah kebanggan dan menjadi duta untuk nama baik Daqu”, pesan Ketua Forum Wali Santri (Forwas) Daarul Qur’an, Dr. Ahmad Fatoni. Ridho tersebut, katanya, juga akan melekat ketika mereka selalu menghormati siapapun gurunya.
Wisuda juga bukan akhir sebuah pertemanan. Setidaknya, seperti apa yang diungkapkan Ananda Seka Reksa Mulyani, santri Daqu Cikarang. “Masih luas permukaan bumi yang belum kita jelajahi. Meski berpisah, yang namanya saudara tetaplah saudara. Kita adalah saudara sejati, yang akan terus bersama menggapai cita.” Dan dengan semangat persaudaraan itulah mereka mampu membawa Daarul Qur’an terus berada di pucuk kejayaan.
Memiliki santri yang luar biasa adalah dambaan para guru. Dan itulah yang dirasakan oleh Kyai Ahmad Jamil, Kepala Direktorat Pendidikan Daarul Qur’an. “I really appreciate to all santri in Daqu because In extraordinary situation you still have a desire to memorize the holy book”, katanya dengan Bahasa inggris yang fasih karena beliau juga sedang menempuh Pendidikan S3 di Malaysia. Langkahnya itu diharap mampu diikuti oleh para santri. Seperti kata Sayyidina Ali, syarat menuntut ilmu adalah Thuluzzaman, atau waktu yang lama.
Kisah Thalut yang dibawa oleh sang Ayah, KH Yusuf Mansur, menutup sekaligus memantik semangat para santri. Meski harus berpisah, dengan kisah itu mereka membawa motivasi tinggi untuk terus berprestasi.
Thalut adalah pemimpin perang yang ditunjuk oleh Allah SWT. Sebelumnya, ia bahkan tak pernah diperhitungkan oleh kalangannya untuk jadi pemimpin. “Ketika Allah memention nama Thalut maka saling berpandangan karena dia ga dikenal. Tapi karena kesholehannya Allah sebut. Dan kalau Allah udah berkehendak maka semuanya jadi luar biasa. Maka itu, jangan menjadi kecil ketika ga disebut sebagai santri terbaik. Dulu ayah malah disebutnya malah jelek tapi sekarang alhamdulillah banyak yang denger.”, ujar beliau, yang menunjukkan bahwa tak ada yang biasa saja ketika kita melibatkan Allah SWT.
Seremoni pemotongan tumpeng oleh Ustadz Jamil jadi penutup sekaligus pertanda ungkapan syukur untuk semua santri Daarul Qur’an yang telah menamatkan jenjang pendidikannya.