Pendidikan adalah sebuah proses yang memerlukan energi dan effort tinggi. Tak heran, ketika kita telah menyelesaikannya ada sebuah keinginan untuk merayakan. Dan hal itu juga berlaku di dunia pendidikan. Bukan hanya formalitas, tapi jadi momen penuh emosional sekaligus sebuah langkah menuju tahapan hidup berikutnya.
Ada kalanya yang kita rencanakan terhambat. Termasuk prosesi wisuda yang penuh emosional itu. Setahun dipersiapkan, di tahun itu pula rencana yang disusun berubah. Wisuda yang jadi seremoni tahunan harus terhambat Covid 19. Kalimatnya adalah terhambat, bukan gagal. Karena meski di situasi seperti ini, masih ada beragam cara agar bisa terlaksana.
Setiap lembaga pendidikan harus mengikuti protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah pusat maupun daerah. Tidak boleh ada kumpul-kumpul dalam satu tempat melebihi 4 orang, ditambah harus memakai masker serta penyediaan alat-alat kesehatan lain. Tempat cuci tangan dengan sabun dan hand sanitizer, pengukur suhu serta penyemprotan rutin dengan desinfektan. Akhirnya dipilihlah sebuah solusi: wisuda daring.
Wisuda daring tak mengurangi rasa khidmat. Hari itu, Minggu (21/6/2020) Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an mewisuda seluruh santri dari Daqu Tangerang, Cikarang serta Bandung. 306 santri mengharu biru karena jadi bagian sejarah wisuda kelas akhir pertama melalui daring.
Makin spesial dengan hadirnya sosok-sosok panutan mereka selama di pondok. Para pimpinan menyapa hangat para santri. Ayahanda KH. Yusuf Mansur, KH. Ahmad Jamil, KH. Ahmad Kosasih, KH. Anwar sani, KH. Tarmizi serta pimpinan kepala unit yang ada di direktorat pendidikan Daarul Qur’an lain. Semua berada di satu frame dalam video conference Zoom.
Ananda Permata Amalia, santri Daqu Putri Cikarang, menambah keharuan dalam sambutannya. Frasa-frasa indah ia lantunkan. “Meski tempat yang memisahkan namun pelaksanaan wisuda tetep berjalan penuh haru dan tetap hikmad”, katanya membuka sambutan kala itu. “Ini bukan akhir, tapi awal perjuangan. Jika ada kawan yang jatuh di antara kita, mari kita rangkul agar kita sukses bersama-sama”, kalimat penutup yang membuat Ustadz Syaiful Bahri, Pengasuh Pesantren Daqu Ketapang, menitikkan air mata di panggung wisuda Gedung Adh-Dhuha lantai 6, tempat para pimpinan menyaksikan prosesi ini.
Tak melulu tentang keharuan. Hadirnya sang ayah, KH Yusuf Mansur, sekaligus memotivasi para santri untuk terus berjuang. Kalimat-kalimat ajaib beliau menggelegar memantik semangat para hadirin. “Ucapanmu adalah doa, ngucap aja dulu, mimpi aja dulu, sambil di bayangin kita nanti mau jadi kaya gimana. Mau jadi jendral, mau jadi presiden, wakil presiden, mau jadi pengusaha kaya rayapun omongin aja dulu, sambil tulis, sambil doain. Jangan minta setengah-setengah langsung gedein biar Allah ngasinya ga tanggung tanggung “. Kalimat yang membuat para santri pede mencantumkan mimpinya dalam nama yang ada di akun mereka masing-masing.
Tak ada kekecewaan di dalamnya. Tak terasa kurang esensi pada pelaksanaannya. Wisuda daring tetap jadi momen sakral yang ditunggu para santri. Malahan, makin haru karena kita tau, meski jarak memisahkan tapi hati kita tetap terkait dengan ikatan persaudaraan.
Oleh: Ustadz Darul Quthni, Kepala Kesekertariatan Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an.