Ustadz Saiful Bahri, pengasuh Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Ketapang menyampaikan sebuah nasihat usai menyaksikan khatmil Qur’an 30 juz ananda Novandra, pada Senin (20/1) dengan mengisahkan seorang anak yang selalu menyaksikan ayahnya membaca Al-Qur’an setiap hari.
Ayahnya senang sekali membaca surat-surat pendek mulai dari surat At-Takatsur sampai selesai. Hingga kemudian pada satu hari, anak ini bertanya kepada ayahnya, “Ayah, kenapa ayah baca Qur’an terus tapi kenapa ayah tidak hafal-hafal ?”
Sang ayah kemudian menjawab pertanyaan anaknya dengan meminta anak itu mengambil sebuah keranjang yang terbuat dari bambu. Ayahnya menjelaskan bahwa untuk membuat keranjang ini maka harus dipanaskan terlebih dahulu bambunya, hingga menimbulkan kehitaman dan bambu ini bisa dibentuk.
Kemudian sang ayah meminta kembali anaknya untuk mengambil air laut menggunakan keranjang tersebut lalu airnya dimasukkan ke dalam sebuah wadah yang telah disiapkan oleh ayahnya. Kemudian sang anak pergi melangkah menuju laut untuk mengambil airnya menggunakan keranjang yang pastinya bocor. Belum sampai kembali ke tempat semula, sudah habis air itu. Sang anak terus mengulangi mengambil air laut yang terus habis sebelum sampai ke wadah yang telah disiapkan oleh ayahnya. Kemudian sang anak berkata, “Percuma ayah, saya sia-sia melakukan pekerjaan seperti ini. Lagi pula keranjangnya bolong. Mana bisa membawa air sampai ke wadah ini.”
Lantas, bagaimana respon sang ayah mendengar perkataan sang anak ?
“Jangan mengatakan sia-sia, nak. Jangan mengatakan tidak ada gunanya melakukan pekerjaan ini.”, ujar sang ayah.
Kemudian sang ayah meminta anaknya untuk melihat keadaan keranjang bambu yang ia gunakan untuk mengangkut air laut sedari tadi. “Masih adakah bekas hitam disana ? bekas bambu itu dibakar.”, tanya sang ayah kepada anaknya. Lalu sang anak memperhatikan keranjang bambu tersebut dan menjawab pertanyaan ayahnya, “Enggak ada, yah. Bersih.”
“Begitu pula dengan isi kepala ayah, nak. Kepala ayahmu ini tidak muat untuk menghafalkan Al-Qur’an. Tapi insyaallah apa yang ayah baca itu membersihkan hati ayah.”, ujar sang ayah kepada anaknya memberi kesimpulan.
Ustadz Saiful Bahri menyimpulkan bahwa begitu pula dalam menghafal Al-Qur’an. Untuk mencapai 30 juz ini bukan hal mudah. Bahkan untuk dapat menghafal satu halaman saja butuh diulang hingga ratusan kali agar bisa melekat dengan sempurna.
“Perjuangan seorang anak dalam menghafal Qur’an ini begitu banyak pahalanya. Pahala menghafal Qur’annya, pahala membaca Qur’annya, bahkan pahala kesabarannya, juga pahala-pahala yang lain. Kemudian dibawa kemana semua pahala itu ? dibawa kepada ayah dan bundanya.”, ujar Usatdz Saiful dalam nasihatnya.
Maka pesan kami kepada seluruh santri, khususnya di Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an ini, ketika sudah suka membaca Al-Qur’an, ketika sudah senang bergaul dengan Al-Qur’an, jangan sampai Al-Qur’an ini hanya menjadi bacaan-bacaan saja saat kalian sudah selesai menghafalkannya. Jangan jadikan Al-Qur’an ini menjadi bahan perlombaan, menjadi bahan sima’an saja. Tapi akhlak dalam menjadi penghafal Al-Qur’an ini harus mencerminkan apa yang dibahas dalam Al-Qur’an. Seperti yang dikisahkan dalam kisah tadi, begitu membaca Al-Qur’an hatinya menjadi bersih.
“Ananda semua ketika berinteraksi dengan AlQur’an, maka otaknya menjadi besih, hatinya menjadi bersih, tingkah lakunya menjadi bersih. Jadi kalau mengaku menghafal Qur’an tapi ucapannya masih kotor, perkataannya masih belum bersih, maka perlu dipertanyakan, selama ini interaksi dengan Qur’annya seperti apa, nak ?”, ujar Ustadz Syaiful memaparkan kesimpulan bagi penghafal Qur’an yang dapat diambil dari cerita tersebut.
Ustadz Saiful juga memaparkan dua hal yang harus dilakukan oleh seorang penghafal Al-Qur’an. Hal pertama yang perlu adalah istiqomah dalam mengulang-ulang hafalan alias murajaah. Hal kedua yang perlu dimiliki adalah berakhlak sebagaimana yang diajarkan dalam Al-Qur’an. Semoga menghafal Al-Qur’an bukan hanya sekedar menghafal saja, tapi juga membekas dalam diri kalian sebagai penghafal Al-Qur’an.
“Menjadi seorang penghafal Al-Qur’an itu tidak hanya mengutamakan menghafalnya saja, tapi juga menerapkan isi dari yang dihafalkannya dalam kehidupan sehari-hari.”, tegas Ustadz Saiful kepada santri-santri yang tengah berjuang menyelesaikan hafalan Qur’annya.
“Maka perlu diingat bahwa ketika berdoa, jangan hanya meminta kepada Allah untuk mampu menyelesaikan hafalan Al-Qur’an saja, tapi juga berdoa untuk dapat diberikan akhlak sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur’an.”, lanjut Ustadz Saiful menegaskan.
Tidak hanya itu, banyak janji-janji Allah untuk para penghafal Qur’an, salah satunya saat seorang penghafal Qur’an ini meninggal dunia, ketika dia dikafani, Al-Qur’an ini berada diantara dirinya dengan kain kafannya dan terus mengikuti dia sampai ke alam kubur nanti, akan terus mengikuti dia dan melindunginya. Al-Qur’an ini tidak hanya menjaga dan melindungi sang penghafal Qur’an saja, tapi juga menjaga dan melindungi siapa sosok yang selalu menjadi pendukungnya dalam menuntaskan hafalan Qur’an hingga 30 juz.
Ustadz Saiful juga memberikan tips bagaimana jika merasa lemah dalam menghafal Al-Qur’an ? mengingat kemampuan setiap orang dalam menghafal tidak selalu sama.
“Jangan khawatir, nak. Tinggal tambah saja waktunya. Tinggal tambah saja semangatnya. Dan perlu diingat pula, ketika menghafal Qur’an, hilangkan rasa dongkol dalam hati, hapus kebencian pada teman, usahakan jangan ada titik hitam dalam lubuk hati kita. Hilangkan semua hal yang dapat menghalangi jalan menghafal Qur’an. Kemudian luruskan niat.”, ujar Ustadz Saiful memaparkan tips berharga dalam menghafal Al-Qur’an yang sekaligus menutup nasihat beliau.