Mengenal Keragaman di Pesantren

0
287

Indonesia adalah negara yang luas secara geografi. Indonesia pada tahun 2017 tercatat sebagai negara di posisi ke-4 dunia untuk jumlah penduduk dengan total 264 juta jiwa.  Dengan luas dan banyaknya jumlah penduduk membuat Indonesia juga kaya akan keragaman budaya, sehingga Indonesia dituntut untuk bisa saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

Semangat untuk menghormati satu sama lain ini harus dibentuk sejak kecil agar saat besar nanti tidak gegar budaya jika bertemu dengan mereka yang dari lain daerah. Tentu saja ini harus mengorbankan banyak hal, utamanya ego, agar kita bisa menerima budaya mereka yang dari lain daerah. Dan pesantren menjadi tempat yang tepat untuk mengenal ragam budaya di Indonesia.

Bertemu dengan kawan baru yang membawa budaya masing-masing daerah itulah yang dirasakan oleh 300 santri baru pesantren tahfizh Daarul Qur’an. Tugas pertama mereka selain beradaptasi dengan rasa rindu karena jauh dari keluarga adalah saling mengenal kawan sekamar yang bisa jadi membawa ragam budaya yang berbeda dan tidak jarang baru mereka kenal untuk pertama kalinya.

Dalam kehidupan di pesantren kita tidak hanya dituntut untuk menjaga hubungan kita dengan Allah saja, namun juga harus diikuti dengan menjaga hubungan dengan manusia lainnya. Dalam arti lain kita dilatih untuk Hablum Minallah Wa Hablum Minannas. Selain tugas utama belajar dan menghafal Alquran.

Melihat banyaknya tantangan yang ada di depan mata, tak lantas membuat semangat para santri-santri baru ini ciut. Sebaliknya mereka tertantang untuk menaklukkannya. Seperti Reza Syahafda Putra, yang rela jauh-jauh datang dari Jambi untuk bisa mondok di Daarul Qur’an   dengan harapan agar cita-citanya menjadi pengusaha yang hafidz qur’an bisa tercapai.

 

Berbeda lagi dengan Rafi Adha yang menyatakan keinginan untuk mondok datang dari keinginannya sendiri, “Saya lihat tempatnya bagus dan enak” ujar santri yang akrab disapa Rafi ini. Lalu ada juga Zain yang berasal dari Cikarang yang masuk pondok berbekal pesan orangtua yang meminta ia untuk, “Harus pinter, rajin dan  jangan makan yang manis-manis” ujar santri bernama lengkap Rayhan Zain Alfarizi ini sambil tertawa.

Sepekan di pondok mereka memang masih belum bisa menghilangkan rasa rindu pada keluarga di rumah. Tapi semangat mereka untuk menjadi keluarga Allah swt dengan menjadi penghafal Alquran memaksa mereka untuk betah dan kerasan. Ada yang menangis saat melihat orangtua pulang setelah mengantar. Namun, salah satu santri kelas 7, Hanif Syaifudin saat ditanya, “Kok kamu gak nangis?” menjawab “Nggak dong! Kan nangisnya aku puas-puasin pas di rumah” jawabnya santri asal Surabaya itu sambil tersenyum.

Ditulis oleh,  Syahda Aqila Syakir, Kelas 11 IPA A