Hujan lebat tidak hentinya mengguyur Pesantren Latansa, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak, Banten sejak pagi hari pada Kamis, (31/12). Siang berganti malam, curah hujan pun semakin meningkat dan tak kunjung reda hingga mengakibatkan air sungai Ciberang yang terletak di belakang Pesantren Latansa lambat laun semakin penuh.
Hingga keesokan harinya, pukul 05.30 tampak air menggenangi Pesantren Latansa hingga ketinggian air semata kaki, Rabu (1/1). Dalam hitungan menit, air tersebut perlahan surut namun hujan masih terus mengguyur seisi komplek pemukiman santri tersebut. Namun meski begitu, beberapa asatidz yang rumahnya sempat terendam air turut bersyukur melihat surutnya air.
Tanpa disangka, pada pukul 09.00 air kembali datang menerjang Pesantren dengan arus yang jauh lebih deras juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan air yang datang sebelumnya. Kali ini ketinggiannya mencapai seleher orang dewasa atau sekitar 150 cm dari telapak kaki.
Datangnya air yang kedua ini sungguh tidak disangka-sangka oleh para penghuni Pesantren Latansa, karena air yang datang sebelumnya memang sudah surut. Kejadian ini merupakan kali pertama yang dialami oleh Pesantren Latansa sejak dua puluh sembilan tahun berdiri sekaligus membuka awal tahun 2020 dengan penuh keberkahan.
Saat itu, di lokasi Pesantren hanya ada beberapa Ustadz yang masih berada di Pesantren, banyak diantaranya yang sedang liburan di kampung halamannya. Begitu pula para santri Pesantren Latansa yang juga tengah libur semester satu.
“Tidak terbayang jika saat kejadian ada santri-santri, kami harus menyelamatkan ribuan santri dari bencana banjir itu. Alhamdulillah skenario Allah sangat luar biasa.”, ujar Ustadzah Churiyah Agustini, istri dari gitaris Wali Band yang juga salah satu dari alumni Pesantren Daar el Qolam tahun 1994 yang hingga saat ini masih berkhidmat di Pesantren Latansa.
Tidak ada korban jiwa pada musibah ini, namun mengakibatkan beberapa titik di lokasi Pesantren Latansa yang merupakan pusat kegiatan santri memiliki kerusakan yang amat parah, diantaranya aula kalijaga, 2 dapur umum santri, 10 lokal kelas baru yang terletak tepat di samping aula kalijaga, sebuah kandang kambing yang berisi 102 ekor kambing, dan 13 rumah asatidz, 2 diantaranya hanya menyisakan tanah, juga alat-alat marching band yang belum sempat dirapihkan kembali pasca penampilan santri di Istora Senayan dalam kejuaraan Grand Prix Marching Band (GPMB) tingkat nasional XXXV pada 28-29 Desember 2019 lalu.
Adapun kondisi asrama santri putra dan putri tidak mengalami kerusakan apapun, karena lokasinya lebih tinggi dan terletak jauh dari aliran sungai Ciberang. Melihat kondisi Pesantren, KH. Adrian Mafatihullah Karim, sebagai pengasuh Pesantren Latansa, kemudian membuat kebijakan untuk mengubah jadwal kedatangan santri yang semula tanggal 3 Januari 2020 diundur hingga tanggal 18 Januari 2020.
Akses menuju Pesantren Latansa yang semula tidak dapat dilalui oleh mobil dikarenakan terbelahnya jalan yang menjadi akses menuju kesana, semakin hari semakin membaik. Semua warga turut bergerak membantu memulihkan jalur itu.
Pesantren Latansa menjadi akses posko bantuan bencana alam. Baik itu sandang, pangan, juga bantuan tenaga. Walau tengah mengalami musibah, Pesantren Latansa turut menyalurkan bantuan bagi para korban bencana yang berada di pemukiman warga sekitar yang kemudian dikirimkan melalui jalur udara, karena terputusnya akses menuju ke lokasi.
“Mungkin ini cara Allah membuat semua orang dari berbagai penjuru datang bersilaturrahmi kesini. Latansa ini kan jauh dari mana-mana, orang-orang jadi males dateng. Dengan jalan ini, kita semua harus menyadari bahwa saat itu Allah justru telah mengatur skenarionya, sehingga orang-orang tergerak untuk datang mengunjungi Pesantren tercinta ini. Walau harus melalui musibah seperti ini, kami amat sangat bersyukur.”, ujar Ustadzah Churiyah.