Sabtu, 19 Januari 2019 merupakan hari terakhir kami sebagai anggota Daqupost menginap di Kampung Quran Bromoyang bertempat di Desa Wonokerto, Gang Haji Dusun Krajan, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Kampung Quran ini merupakan salah satu dari banyaknya Kampung Quran yang dibangun oleh PPPA Daarul Qur’an di beberapa daerah Indonesia. Kampung Quran lainnya berada di Gunung Merapi, Nusa Tenggara Timur, Lombok dan lainnya.
Kampung Quran Bromo berawal dari Musala al-Ikhlas Wal Barakah yang berdiri di atas tanah wakaf almarhum Warjono. Warjono merupakan warga suku Tengger yang masuk Islam pada tahun 2001 lalu. Pada tahun 2010 ia bersama Ustaz Setiono dan didukung oleh PPPA Daarul Qur’an membangun rumah tahfizh yang kemudian diberi nama Kampung Quran Bromo.
Kampung Quran Bromo kini diasuh oleh Ustaz Muhibbin, pemuda berusia 30 tahun asal Pasuruan, Jawa Timur. Ia adalah alumni Pesantren Sidogiri, salah satu Pesantren tertua di Indonesia. Pada hari terakhir kami di sini, tepatnya seusao sholat subuh, kami berkesempatan mendengarkan kisah suka beliau dalam mengasuh dan “menghidupkan” Rumah tahfidz Bromo ini, yang sudah beliau asuh selama 5 tahun lamanya.
Beliau mengatakan keberadaan di Bromo ini terjadi karena di tugaskan oleh pesantrennya sebagai santri pengabdian. Sebenarnya saat itu ia ditawari untuk bertugas di Madura dan Sumatera Selatan, namun semua tawaran itu kandas karena tidak adanya kepastian dari pesantrennya. Hingga datanglah sebuah tawaran dari rumah tahfidz Bromo yang menginginkan seorang pengajar. Tanpa basa-basi dia pun mengambil tugas tersebut.
Mengusir Rasa Dingin
Tantangan pertama saat datang di Bromo adalah melawan rasa dingin. Muhibbin berasal dari Pasuruan yang dikenal panas. Sementara suhu di Bromo bisa sangat dingin sekali terutama airnya. Maka itu 3 pertama ia tidak mandi. Hanya bersih-bersih secukupnya.
“Untungnya hari keempat adalah hari Jumat, dimana sunahnya kita harus bersih diri. Jadi saya memaksakan diri dan selanjutnya menjadi sebuah kebiasaan” ujarnya yang disambut tawa para santri.
Lalu ujian selanjutnya adalah bagaimana berdakwah terhadap warga asli. Sebagai informasi, Desa Wonokerto ini adalah desa yang di apit oleh 3 desa lainnya yang mayoritas beragama Hindu. Jikapun ada yang sudah memeluk Islam namun masih tercampur dengan ajaran Hindu. Ia sempat kebingungan mencari metode dakwah yang tepat. Ia pernah mencoba mendatangi dari rumah ke rumah untuk memberi tahu ajaran islam yang baik tapi respon masyarakat malah nyinyir kepadanya.
“Jika saya menyapa dan menyampaikan ajaran Islam misal di jalan atau di rumah mereka langsung membalas dengan kalimat ‘tadz, jika ingin ceramah di masjid aja” kenang beliau.
Begitu juga dengan suasana pengajian. Memang banyak penduduk dari mulai anak-anak hingga orangtua yang sering berkumpul di mushala namun tujuan mereka kebanyakan hanya mengobrol dan bermain bersama. Awal-awal ia pun membebaskan siapa saja yang ingin mengaji akan dibimbingnya tanpa ada aturan main yang berlaku. Tapi metode ini ia rasa juga tidak efektif karena banyak anak yang malah sering bermainnya.
“Akhirnya pada tahun kedua saya panggil wali santri, saya ajak ngobrol dan bersama buat aturan jika ingin mengaji. Alhamdulillah mereka terima dan sejak itu mengaji di Kampung Quran ini menjadi lebih tertib” ujarnya.
Perlahan demi perlahan kepercayaan akan metodenya pun muncul dari wali santri seiring anak mereka mulai bisa membaca Alquran. Sejak dari jam 15.00 – 17.00 wib puluhan anak dengan beragam usia mulai berdatangan untuk belajar kepadanya. Ada yang sudah pandai membaca Alquran juga ada yang masih memulai dari Iqro.
Ladang Pahala
Saat ditanya apa kunci beliau betah berdakwah hingga lima tahun ini Ustaz Muhibbin mengatakan kuncinya adalah Lillahi ta’ala. Ia tidak menampik kadang ada rasa jenuh dan kangen pada keluarga besaranya tapi ia merasa selama dirinya masih bermanfaat bagi warga Bromo maka ia masih akan tetap mengajar di sini.
“Insya Allah jika niat kita sudah baik dari awal, Allah akan memudahkan jalan kita” ujarnya.
Yang menarik adalah saat beliau mengatakan, bahwa dia senang mengajar di tempat ini karena ladang pahala yang di sediakan lebih besar daripada di tempat lain.
“Kalau di tempat lain, santrinya di suruh duduk, mereka duduk. Di suruh diam, mereka diem. Di ajak ke sini, mereka ke sini. Tapi kalau di sini, Kampung Quran Bromo,santrinya harus di gertak dulu, baru mau gerak. Nah, dari situ kan, sudah kelihatan kalau tenaga yang di keluarkan di sini lebih besar daripada di tempat lain. Jadi pahalanya lebih besar dan lebih banyak.” beliau menuturkan.
Beliau mengatakan, akan selalu berusaha membangun Kampung Quran ini selama beliau masih berguna bagi masyarakat sekitarnya. Ia bermimpi kelak dari anak-anak yang diajarnya bisa menjadi penghafal Alquran.
Semoga dengan keikhlasan beliau dan bantuan para donatur lainnya rumah tahfidz ini bisa tumbuh lebih besar dan menjadi pengingat bagi kita, bahwa keikhlasan adalah modal yang paling dibutuhkan oleh seluruh manusia dalam mengerjakan semua pekerjaannya.
Oiya, jika kalian ada yang ingin ikut berkontribusi dalam dakwah di Kampung Quran Bromo bisa loh menghubungi kantor PPPA Daarul Qur’an Malang atau Surabaya.
Ditulis oleh: Arif Muhammad Alkhan, Santri kelas 12 IPS A